KKP Soroti Pagar Laut Misterius di Tangerang, Sebut Pelanggaran dan Ancaman Privatisasi

 



Jakarta, CNN Indonesia,  tjahayatimoer.net – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) buka suara terkait keberadaan pagar laut misterius sepanjang 30,16 km yang membentang di perairan Tangerang, Banten. Pemagaran laut tersebut dinilai melanggar aturan dan berpotensi merugikan nelayan serta merusak ekosistem laut.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL), Kusdiantoro, menyebutkan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang laut tanpa izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan pelanggaran hukum.

"Pemagaran laut menjadi indikasi adanya upaya untuk mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tidak benar," ujar Kusdiantoro, Kamis (9/1). Ia menambahkan bahwa tindakan ini berpotensi menutup akses publik, merusak keanekaragaman hayati, hingga mengubah fungsi ruang laut.

Lebih lanjut, Kusdiantoro menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan prinsip internasional dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982), serta bertentangan dengan paradigma hukum pemanfaatan ruang laut yang telah berubah menjadi rezim perizinan sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010.

Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar laut tersebut telah mengganggu aktivitas ribuan nelayan dan pembudidaya ikan di sekitar perairan Tangerang. Namun hingga kini, pemerintah belum mengetahui siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut.

KKP telah melakukan investigasi sejak September 2024, termasuk analisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir. Investigasi menunjukkan bahwa area tersebut tidak pernah berbentuk daratan dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi.

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, menekankan perlunya kolaborasi lintas lembaga untuk menangani isu ini secara menyeluruh. Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), Rasman Manafi, menilai bahwa pemagaran laut bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pengelolaan ruang laut.

"Pemagaran ini harus diawasi ketat untuk mencegah privatisasi ruang laut dan memastikan keterlibatan masyarakat," ujar Rasman.

Senada dengan itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan Ditjen PSDKP KKP, Sumono Darwinto, menyatakan bahwa pelanggaran serupa sering terjadi di berbagai daerah tanpa KKPRL. Ia menegaskan bahwa pelanggar dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari denda hingga pembongkaran.

Analis Pertanahan, Paberio Napitupulu, menyebut bahwa Kementerian ATR/BPN dapat mencabut sertifikat yang diterbitkan secara mal administratif, memastikan hanya wilayah darat yang dapat memiliki hak atas tanah.

Plt. Direktur Penataan Ruang Laut, Suharyanto, menambahkan bahwa pemberian Sertifikat Hak Milik (SHM) di ruang laut bertentangan dengan UUD 1945 karena mengancam hak masyarakat tradisional.

Pemerintah terus mengintensifkan pengawasan untuk memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama dan terbebas dari upaya privatisasi yang merugikan masyarakat dan selanjutnya.

Posting Komentar

0 Komentar