Sidoarjo, tjahayatimoer.net – Puluhan orang yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Sidoarjo menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo. Mereka menuntut agar sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektare di kawasan perairan Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, tidak diperpanjang.
Massa yang datang ke Kantor BPN di Jalan Lingkar Timur membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan “Basmi Mafia Tanah/Laut di Sidoarjo,” “Kembalikan Tanah Kami,” serta “Usut Tuntas Para Mafia Korporasi Atas Pencaplokan Tanah Kami.”
Koordinator aksi, Nanang Romi, menyatakan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk perlawanan terhadap upaya perpanjangan HGB yang dianggap merugikan masyarakat, terutama para nelayan.
“Kami datang untuk mendesak BPN agar tidak memperpanjang sertifikat HGB seluas 656 hektare di Segoro Tambak, Sedati. Jika izin ini tetap diperpanjang, masyarakat pesisir, terutama nelayan, akan semakin kehilangan akses ke laut,” ujar Romi di lokasi aksi, Kamis (30/1/2025).
Menurut Romi, tanah yang kini masuk dalam kawasan HGB tersebut dulunya merupakan lahan tambak yang kemudian berubah menjadi laut akibat abrasi. Jika HGB tetap berlaku, maka nelayan tidak akan lagi memiliki kebebasan untuk berlayar dan mencari nafkah.
“Kami akan terus mengawal proses ini hingga ada keputusan final. Kami ingin keadilan bagi nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya di laut. Jika korporasi menguasai lahan ini, akses mereka akan semakin terbatas,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BPN/ATR Sidoarjo, Moh Rizal, memastikan bahwa tidak akan ada perpanjangan HGB untuk lahan di perairan tersebut. Menurutnya, berdasarkan regulasi yang berlaku, kawasan tersebut kini dikategorikan sebagai tanah musnah.
“Aspirasi masyarakat soal HGB di laut sudah masuk dalam pembahasan di tingkat pusat. Menteri ATR sudah menegaskan bahwa ada dua opsi terkait hal ini. Pertama, HGB tersebut akan habis masa berlakunya pada 2026 dan tidak akan diperpanjang. Kedua, sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1960 Pasal 40, HGB akan otomatis gugur jika tanahnya musnah, seperti yang terjadi di Segoro Tambak,” jelas Rizal.
Rizal menambahkan, lahan yang awalnya berupa tambak kini telah berubah menjadi laut akibat abrasi yang terjadi selama bertahun-tahun. Dengan demikian, hak atas tanah tersebut secara hukum tidak lagi berlaku.
“Bahkan, Pak Menteri berencana turun langsung ke lokasi untuk memastikan perubahan kondisi lahan ini. Selain itu, persoalan ini juga sedang dalam pembahasan Komisi II DPR RI,” imbuhnya.
Menurut Rizal, hingga saat ini belum ada pihak yang mengajukan permohonan perpanjangan HGB di lokasi tersebut, sehingga kekhawatiran masyarakat seharusnya tidak perlu terjadi.
“Kami sudah mencatat dalam buku tanah bahwa kawasan ini telah berubah menjadi lautan dan tidak mungkin lagi diperpanjang HGB-nya. Statusnya akan segera diproses sebagai tanah musnah. Hingga kini, tidak ada pemagaran atau aktivitas perusahaan di sana, sehingga nelayan tetap bisa beraktivitas seperti biasa,” terang Rizal.
Sebagai informasi, HGB di kawasan Segoro Tambak terdiri dari beberapa sertifikat dengan masa berlaku berbeda. HGB Nomor 3 dan 4 akan berakhir pada 2026, sedangkan HGB Nomor 5 baru akan habis pada 2029 karena diterbitkan pada 1999.
Dengan kepastian ini, masyarakat diharapkan tetap tenang sambil menunggu keputusan resmi dari pemerintah terkait status lahan di Segoro Tambak.(Red.AL)
0 Komentar