Rencana Larangan Pengemudi Ojol Gunakan BBM Bersubsidi Picu Polemik

 


JAKARTA, tjahayatimoer.net – Wacana pelarangan pengemudi ojek online (ojol) untuk menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menuai kontroversi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa ojol tidak memenuhi kriteria penerima subsidi karena penggunaannya dianggap sebagai bagian dari kegiatan usaha.

"Ojek itu digunakan untuk usaha, sebagian bahkan dikelola oleh pemilik kendaraan yang mempekerjakan pengemudi. Masa kegiatan seperti ini disubsidi?" ujar Bahlil dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (27/11).

Namun, Bahlil menambahkan bahwa penghitungan kriteria penerima subsidi akan dilakukan secara bijaksana. "Kita hitung baik-baik. Yang jelas harus bijaksana," katanya.

Protes dari Komunitas Ojol

Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari komunitas ojol. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, mengecam rencana tersebut dan memperingatkan potensi aksi protes besar-besaran.

"Pernyataan Menteri ESDM ini sangat menantang kami. Jika ojol benar-benar dilarang mengisi BBM bersubsidi, maka gelombang unjuk rasa besar-besaran akan terjadi di seluruh Indonesia," tegas Igun, Kamis (28/11).

Menurut Igun, pengemudi ojol seharusnya tetap menjadi penerima subsidi BBM mengingat peran mereka dalam memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. "Kami bukan hanya bekerja untuk diri sendiri, tapi juga membantu masyarakat mendapatkan layanan transportasi yang terjangkau," tambahnya.

Pandangan Ekonomi dan Sosial

Dari perspektif ekonomi, larangan ini juga dianggap tidak tepat. Direktur Riset Bright Institute, Andri Perdana, menyatakan bahwa banyak pengemudi ojol bekerja dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan.

"Banyak yang terpaksa menjadi driver ojol karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Penghasilan mereka juga sangat rentan dan termasuk dalam kategori usaha mikro," jelas Andri.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa mayoritas pengemudi ojol diklasifikasikan sebagai pekerja mandiri (self-employed), yang secara proporsi memiliki pendapatan rendah.

"Pemerintah seharusnya mempertimbangkan realitas ini sebelum membuat kebijakan yang dapat semakin membebani mereka," imbuhnya.

Solusi yang Diharapkan

Polemik ini memunculkan pertanyaan tentang langkah apa yang dapat diambil pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi subsidi dan keadilan bagi pengemudi ojol. Beberapa pihak mengusulkan mekanisme subsidi berbasis data, seperti penggunaan aplikasi khusus untuk memastikan subsidi BBM hanya diterima oleh pengemudi yang benar-benar memenuhi kriteria.

Sementara itu, dialog antara pemerintah dan komunitas ojol diharapkan dapat menjadi solusi untuk menghindari eskalasi konflik.

Apakah kebijakan ini akan diterapkan? Pemerintah perlu berhati-hati dalam menentukan langkah selanjutnya agar tidak menciptakan dampak sosial yang lebih luas.(red.kr)

Posting Komentar

0 Komentar