PPN Naik Bebani Rakyat Kecil, Sementara Orang Kaya Nikmati Pengampunan Pajak




Jakarta, tjahayatimoer.net - Program pengampunan pajak atau tax amnesty yang direncanakan pemerintah untuk tahun 2025 menuai kritik tajam, terutama karena dilaksanakan bersamaan dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan ini dinilai semakin memperburuk ketimpangan antara rakyat kecil dan kalangan orang kaya.

Ekonom dari Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo, menilai bahwa meskipun tax amnesty dan PPN merupakan dua hal yang berbeda, kedua kebijakan ini berhubungan erat karena berdampak pada dua kelompok masyarakat dengan strata pendapatan yang berbeda. Sementara pemerintah memberikan kesempatan kepada para pengemplang pajak, termasuk orang kaya, untuk menghindari kewajiban mereka melalui pengampunan pajak, di sisi lain rakyat kecil harus menanggung beban PPN yang lebih tinggi.

"Sebenarnya ini dua hal yang berbeda, tetapi karena melibatkan dua golongan masyarakat dengan pendapatan berbeda, akhirnya muncul kesan ketidakadilan," ujar Wahyu. Kritik tersebut semakin keras mengingat pengampunan pajak biasanya dimanfaatkan oleh kalangan konglomerat atau mereka yang memiliki penghasilan tinggi. Dalam program tax amnesty jilid II tahun 2022, misalnya, ditemukan sejumlah orang kaya yang memiliki harta di atas Rp 1 triliun yang mendapatkan pengampunan pajak.

Di sisi lain, PPN dikenakan pada hampir seluruh transaksi barang dan jasa yang dilakukan oleh masyarakat, termasuk kalangan menengah ke bawah, yang saat ini sudah merasakan penurunan daya beli akibat inflasi yang terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga, yang merupakan motor utama perekonomian Indonesia, tumbuh sangat lambat. Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91%, jauh lebih rendah dari angka di kuartal sebelumnya.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, mengingatkan bahwa dengan kenaikan tarif PPN yang akan mulai berlaku pada 2025, daya beli masyarakat akan semakin tertekan, yang berpotensi memperlambat laju konsumsi rumah tangga. "Kebijakan PPN ini perlu diwaspadai karena dapat semakin menekan daya beli masyarakat," tegas Telisa.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, mengakui bahwa usulan revisi Undang-Undang Pengampunan Pajak dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 secara mendadak. Misbakhun menjelaskan, meskipun awalnya hanya tercatat dalam long list Prolegnas, Komisi XI kemudian mengambil inisiatif untuk mengusulkan tax amnesty sebagai prioritas pada 2025.

Keputusan ini menambah ketegangan terkait ketidakadilan dalam kebijakan perpajakan Indonesia, di mana kalangan pengusaha dan orang kaya mendapat kesempatan untuk menghindari kewajiban pajak, sementara rakyat kecil harus menanggung beban yang semakin berat. (Red.D)

Posting Komentar

0 Komentar