Klaten, tjahayatimoer.net – Pada 23 Oktober 1965, Kabupaten Klaten menjadi saksi kekacauan sosial yang dikenal sebagai peristiwa Kentong Gebyok. Huru-hara ini terjadi pasca-meletusnya Gerakan 30 September PKI (G30S PKI) yang ditandai dengan pemukulan kentongan titir (bertalu-talu), menyebabkan ratusan orang tewas, hilang, dan bangunan rusak.
Maryadi (77), seorang warga Desa Mlese, Kecamatan Ceper, mengenang kejadian tersebut dengan penuh emosi. "Kentong titir niku kulo ngerti. Kulo sekolah di STM ten Jogja ajeng bali mboten saget," ungkapnya dalam bahasa campuran Indonesia-Jawa. Saat itu, ia terjebak dalam ketegangan yang melanda daerahnya, tidak dapat kembali ke Jogja karena ketakutan akan serangan.
Ia mengisahkan bagaimana kentongan titir yang bersahutan menandakan bahwa serangan dari PKI ke desa-desa akan segera terjadi. "Di kampung pada berjaga-jaga di pinggir jalan, kabarnya PKI mau nyerang desa-desa," jelasnya.
Situasi semakin mencekam dengan informasi bahwa beberapa desa di sebelah timur terdapat banyak pengikut PKI. Masyarakat pun berjaga di pinggir desa untuk menghindari serangan. "Jagi ten pinggir desa kabeh, mriki aman," tambah Maryadi, menegaskan bahwa desa mereka selamat karena kewaspadaan tersebut.
Suyono (85), warga lainnya, menjelaskan bahwa situasi yang tegang membuat warga menjaga wilayah mereka dengan ketat. "Di jalan Jogja-Solo banyak pohon ditebangi massa pro PKI," tuturnya, menggambarkan betapa seriusnya ancaman yang dihadapi.
Dalimah (76) juga mengisahkan pengalamannya saat huru-hara Kentong Gebyok. Ia terpaksa mengungsi bersama anaknya ke rumah tetangga yang lebih aman, karena rumahnya berada di pinggir desa dan berita tentang serangan semakin menguat. "Ajeng diserang, diserang ngoten king deso mriku," katanya.
Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, banyak orang pro-PKI ditangkap dan diarak oleh massa. Iyem (80) dari Kecamatan Ngawen menambahkan bahwa setelah 23 Oktober, situasi berbalik. "PKI yang dikabarkan mau menyerang ganti dicari dan ditangkapi," ungkapnya, menjelaskan bagaimana massa mencari anggota PKI yang dianggap berbahaya.
Dari data yang dikutip dari penelitian Kuncoro Hadi dan FX Domini dari UNY dan UNIBRAW, peristiwa Kentong Gebyok adalah bagian dari gejolak sosial pasca 1 Oktober 1965 yang bersifat lokal di Klaten. Pembekuan PKI yang dilakukan pada 20 Oktober di Jawa Tengah memicu protes yang berujung pada kekerasan.
Kekacauan ini menyebabkan 321 orang menjadi korban penculikan, 168 korban pembunuhan, dan lebih dari 11.000 orang terpaksa mengungsi. Data juga mencatat bahwa 38 bangunan rusak akibat pembakaran. Reaksi massa yang marah menyebabkan penangkapan terhadap sekitar 2.000 orang dan diperkirakan 5.000 orang dari kelompok komunis tewas hingga akhir Desember 1965.
Peristiwa Kentong Gebyok di Klaten menjadi pengingat akan dampak besar dari konflik sosial dan politik yang terjadi pada masa itu.(Red.AL)
0 Komentar