Surabaya, tjahayatimoer.net - Aksi baby sitter di Surabaya mencekoki anak majikannya dengan obat keras viral di media sosial. Saat ini, baby sitter berinisial NB tersebut telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Saat diperiksa polisi, ia mengaku sengaja memberi obat jenis deksametason dan pronicy tersebut agar anak yang diasuhnya gemuk.
Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman mengatakan, NB diduga memberikan obat-obatan secara paksa kepada buah hati LK sejak berusia 1 tahun hingga berusia 2 tahun 3 bulan. Kejadian ini saat mereka tinggal bersama di kawasan Kendangsari, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Surabaya.
"Tersangka mengaku memberi obat tersebut agar korban gemuk, sebagai penggemuk badan," kata Farman, Senin (14/10/2024).
Saat diperiksa, NB mengaku, obat penambah nafsu makan itu dibeli dari aplikasi Shopee dan Lazada melalui ponsel pintarnya pada September 2023.
NB mengaku mulai meminumkan obat gemuk penambah nafsu makan kepada korban dengan cara menghancurkan 1 buah pil lonjong warna orange dan 1 buah pil segilima warma biru, kemudian dicampur dengan air minum korban, lalu diminumkan sehari sekali menjelang tidur siang.
"NB rutin memberikan obat gemuk penambah nafsu makan kepada korban hingga berat badan korban naik 1 sampai 2 kg per bulan," jelasnya.
Farman menambahkan, pada Desember 2023, korban sempat mengalami flu hingga sang ibu, LK membawanya bersama NB memeriksakannya ke dokter. Usai diperiksa, dokter mengingatkan pada LK dan NB supaya korban melakukan diet. Sebab, berat badan korban sudah mencapai 20 kilogram di usia 2 tahun 3 bulan atau dinyatakan overweight.
Selain mengalami kelebihan berat badan, dokter juga menyatakan korban mengalami pembengkakan pada wajah dan badan. LK pun mulai curiga. Lalu, kecurigaannya terbukti ketika asisten rumah tangga (ART) berinisial SS menemukan gelas minuman milik korban di laci wastafel.
Saat dikroscek, di dalamnya berisi serbuk warna orange yang mengering dan botol kecil warna putih yang berisi 9 butir pil warna oranye sebanyak dan 9 butir pil warna biru sebanyak.
Setelah itu, SS melaporkan kepada LK pada 28 Agustus 2024. Mengetahui hal itu, LK pun mempertanyakan hal itu kepada NB.
"29 Agustus 2024, pelapor (LK) mengecek ponsel milik NB ditemukan aplikasi Shopee dan Lazada yang digunakan untuk melakukan pembelian pil (sama dengan yang ditemukan SS). Lalu, pelapor mengecek rekaman CCTV pada hari Rabu (28/8/2024) sekitar pukul 13.12 WIB," imbuhnya.
Dalam rekaman CCTV, terlihat NB sedang membawa gelas anak menggunakan tangan kanan, kemudian meminumkan kepada korban dengan posisi anak berada di atas kasur. Sekitar pukul 19.00 WIB, LK mengonfirmasi kepada NB terkait temuan obat tersebut.
NB menjelaskan, kedua pil tersebut adalah obat pelangsing. Namun, saat LK mencari tahu tentang obat tersebut melalui mesin pencari, barulah diketahui bahwa obat tersebut merupakan obat penggemuk.
Ketika dikroscek lebih lanjut, NB mengakui bahwa kedua jenis pil tersebut adalah miliknya yang dibeli melalui aplikasi Lazada dan Shopee, lalu diminumkan kepada korban tanpa sepengetahuan dan izin dari LK serta suaminya.
Usai hal itu, LK mendatangi dan melaporkan NB ke SPKT Polda Jatim pada 30 Agustus 2024. Usai menerima laporan, polisi melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan. "Saksi yang telah diperiksa sebanyak 12 orang," ujarnya.
Farman memastikan, pihaknya telah memeriksa dan meminta keterangan sejumlah saksi. Mulai dari LK beserta keluarga, NB, SS, ahli pidana, hingga spesialis anak dan farmasi klinis.
Meski begitu, Farman menegaskan korban telah dilakukan pemeriksaan Visum Et Repertum di Rumah Sakit Premier Surabaya. Lalu, penyidik beserta Inafis melakukan cek TKP bersama Tim Labfor Polda Jatim untuk melakukan pengambilan rekaman CCTV di TKP.
"Penyidik melakukan pemeriksaan kloning ponsel (NB) di Labfor Polda Jatim, melakukan pemeriksaan kandungan obat yang diminumkan kepada korban di Labfor Polda Jatim," tuturnya.
Farman mengatakan, pada 27 September 2024, telah dilakukan penetapan status tersangka dan penahanan terhadap NB. Lalu pada 1 Oktober 2024, penyidik mengirimkan berkas perkara tahap 1 ke kejaksaan.
Akibat ulahnya, NB diduga telah melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dan setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan tetapi melakukan praktek kefarmasian dan disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan Pasal 436 ayat (1) dan ayat (2) UU RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Selasa (8/10/2024), penyidik telah berkoordinasi dengan JPU terkait berkas perkara yang telah dikirimkan dan penyidik menunggu P21 (siap disidangkan)," tutupnya.
Sebelumnya, seorang ibu di Surabaya curhat anaknya dicekoki obat-obatan keras oleh baby sitter. Ibu berinisial LK tersebut mengatakan, anaknya yang masih berusia dua tahun, EL, dicekoki obat keras Deksametason dan Pronicy oleh baby sitter kepercayaannya, NR.
Mirisnya, aksi ini dilakukan selama setahun lebih. Akibat aksi NR, sang anak mengalami gangguan kesehatan hingga gangguan pada hormon pertumbuhannya.
Dalam unggahannya di Instagram, ia menceritakan saat menemukan obat berwarna oranye dan biru yang diberikan kepada sang anak. LK juga menunjukkan obat berwarna biru segi lima dan oranye berbentuk lonjong yang ditemukan di sebuah toples warna putih yang disimpan di laci lemari.
"Ada yang tau ini obat apa? Ini tuh obat deksametason dan pronicy.. Obat keras Buat kalangan dewasa. Apa jadinya kalau diminumkan ke baby," tulis LK dalam Instagramnya yang dilihat detikJatim, Minggu (13/10/2024).
"Ternyata disalahgunakan buat obat penggemuk dan penambah nafsu makan.. Tapi ini pun dosis dewasa, bukan buat anak2," sesal LK.
Obat steroid tersebut tentu berdampak buruk bagi kesehatan anaknya. LK mengaku, usai setahun mengonsumsi obat-obatan itu, hormon pertumbuhan sang anak terganggu.
"Suster biadab yang ga punya hati nurani ini kasik ke anakku selama 1 tahun secara terus menerus obat steroid ini," beber LK.
Akibatnya, saat obat tersebut diberhentikan, pertumbuhan sang anak terganggu. Di hari kesembilan obat diberhentikan, LK mengaku anaknya menjadi drop dan tak mau makan dan minum.
Sang anak langsung dibawa ke UGD karena drop hingga diopname. Saat itu, dokter berkata anaknya tak memiliki hormon kortisol dan harus disuntikkan hormon tersebut.
"Bayangin gara2 pemakaian obat deksa selama 1thn yg menekan andrenocorticotropic hormon anakku sehingga tdk bs menghasilkan hormon kortisol tersebut," ujar LK. (red.a)
Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman mengatakan, NB diduga memberikan obat-obatan secara paksa kepada buah hati LK sejak berusia 1 tahun hingga berusia 2 tahun 3 bulan. Kejadian ini saat mereka tinggal bersama di kawasan Kendangsari, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Surabaya.
"Tersangka mengaku memberi obat tersebut agar korban gemuk, sebagai penggemuk badan," kata Farman, Senin (14/10/2024).
Saat diperiksa, NB mengaku, obat penambah nafsu makan itu dibeli dari aplikasi Shopee dan Lazada melalui ponsel pintarnya pada September 2023.
NB mengaku mulai meminumkan obat gemuk penambah nafsu makan kepada korban dengan cara menghancurkan 1 buah pil lonjong warna orange dan 1 buah pil segilima warma biru, kemudian dicampur dengan air minum korban, lalu diminumkan sehari sekali menjelang tidur siang.
"NB rutin memberikan obat gemuk penambah nafsu makan kepada korban hingga berat badan korban naik 1 sampai 2 kg per bulan," jelasnya.
Farman menambahkan, pada Desember 2023, korban sempat mengalami flu hingga sang ibu, LK membawanya bersama NB memeriksakannya ke dokter. Usai diperiksa, dokter mengingatkan pada LK dan NB supaya korban melakukan diet. Sebab, berat badan korban sudah mencapai 20 kilogram di usia 2 tahun 3 bulan atau dinyatakan overweight.
Selain mengalami kelebihan berat badan, dokter juga menyatakan korban mengalami pembengkakan pada wajah dan badan. LK pun mulai curiga. Lalu, kecurigaannya terbukti ketika asisten rumah tangga (ART) berinisial SS menemukan gelas minuman milik korban di laci wastafel.
Saat dikroscek, di dalamnya berisi serbuk warna orange yang mengering dan botol kecil warna putih yang berisi 9 butir pil warna oranye sebanyak dan 9 butir pil warna biru sebanyak.
Setelah itu, SS melaporkan kepada LK pada 28 Agustus 2024. Mengetahui hal itu, LK pun mempertanyakan hal itu kepada NB.
"29 Agustus 2024, pelapor (LK) mengecek ponsel milik NB ditemukan aplikasi Shopee dan Lazada yang digunakan untuk melakukan pembelian pil (sama dengan yang ditemukan SS). Lalu, pelapor mengecek rekaman CCTV pada hari Rabu (28/8/2024) sekitar pukul 13.12 WIB," imbuhnya.
Dalam rekaman CCTV, terlihat NB sedang membawa gelas anak menggunakan tangan kanan, kemudian meminumkan kepada korban dengan posisi anak berada di atas kasur. Sekitar pukul 19.00 WIB, LK mengonfirmasi kepada NB terkait temuan obat tersebut.
NB menjelaskan, kedua pil tersebut adalah obat pelangsing. Namun, saat LK mencari tahu tentang obat tersebut melalui mesin pencari, barulah diketahui bahwa obat tersebut merupakan obat penggemuk.
Ketika dikroscek lebih lanjut, NB mengakui bahwa kedua jenis pil tersebut adalah miliknya yang dibeli melalui aplikasi Lazada dan Shopee, lalu diminumkan kepada korban tanpa sepengetahuan dan izin dari LK serta suaminya.
Usai hal itu, LK mendatangi dan melaporkan NB ke SPKT Polda Jatim pada 30 Agustus 2024. Usai menerima laporan, polisi melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan. "Saksi yang telah diperiksa sebanyak 12 orang," ujarnya.
Farman memastikan, pihaknya telah memeriksa dan meminta keterangan sejumlah saksi. Mulai dari LK beserta keluarga, NB, SS, ahli pidana, hingga spesialis anak dan farmasi klinis.
Meski begitu, Farman menegaskan korban telah dilakukan pemeriksaan Visum Et Repertum di Rumah Sakit Premier Surabaya. Lalu, penyidik beserta Inafis melakukan cek TKP bersama Tim Labfor Polda Jatim untuk melakukan pengambilan rekaman CCTV di TKP.
"Penyidik melakukan pemeriksaan kloning ponsel (NB) di Labfor Polda Jatim, melakukan pemeriksaan kandungan obat yang diminumkan kepada korban di Labfor Polda Jatim," tuturnya.
Farman mengatakan, pada 27 September 2024, telah dilakukan penetapan status tersangka dan penahanan terhadap NB. Lalu pada 1 Oktober 2024, penyidik mengirimkan berkas perkara tahap 1 ke kejaksaan.
Akibat ulahnya, NB diduga telah melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dan setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan tetapi melakukan praktek kefarmasian dan disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan Pasal 436 ayat (1) dan ayat (2) UU RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Selasa (8/10/2024), penyidik telah berkoordinasi dengan JPU terkait berkas perkara yang telah dikirimkan dan penyidik menunggu P21 (siap disidangkan)," tutupnya.
Sebelumnya, seorang ibu di Surabaya curhat anaknya dicekoki obat-obatan keras oleh baby sitter. Ibu berinisial LK tersebut mengatakan, anaknya yang masih berusia dua tahun, EL, dicekoki obat keras Deksametason dan Pronicy oleh baby sitter kepercayaannya, NR.
Mirisnya, aksi ini dilakukan selama setahun lebih. Akibat aksi NR, sang anak mengalami gangguan kesehatan hingga gangguan pada hormon pertumbuhannya.
Dalam unggahannya di Instagram, ia menceritakan saat menemukan obat berwarna oranye dan biru yang diberikan kepada sang anak. LK juga menunjukkan obat berwarna biru segi lima dan oranye berbentuk lonjong yang ditemukan di sebuah toples warna putih yang disimpan di laci lemari.
"Ada yang tau ini obat apa? Ini tuh obat deksametason dan pronicy.. Obat keras Buat kalangan dewasa. Apa jadinya kalau diminumkan ke baby," tulis LK dalam Instagramnya yang dilihat detikJatim, Minggu (13/10/2024).
"Ternyata disalahgunakan buat obat penggemuk dan penambah nafsu makan.. Tapi ini pun dosis dewasa, bukan buat anak2," sesal LK.
Obat steroid tersebut tentu berdampak buruk bagi kesehatan anaknya. LK mengaku, usai setahun mengonsumsi obat-obatan itu, hormon pertumbuhan sang anak terganggu.
"Suster biadab yang ga punya hati nurani ini kasik ke anakku selama 1 tahun secara terus menerus obat steroid ini," beber LK.
Akibatnya, saat obat tersebut diberhentikan, pertumbuhan sang anak terganggu. Di hari kesembilan obat diberhentikan, LK mengaku anaknya menjadi drop dan tak mau makan dan minum.
Sang anak langsung dibawa ke UGD karena drop hingga diopname. Saat itu, dokter berkata anaknya tak memiliki hormon kortisol dan harus disuntikkan hormon tersebut.
"Bayangin gara2 pemakaian obat deksa selama 1thn yg menekan andrenocorticotropic hormon anakku sehingga tdk bs menghasilkan hormon kortisol tersebut," ujar LK. (red.a)
0 Komentar