KEDIRI, tjahayatimoer.net - Menindaklanjuti pencemaran minyak di Kelurahan Tempurejo, Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (DLHKP) Kota Kediri mengebor sumur baru.
Sumur sedalam 18 meter di lokasi pencemaran jadi tolok ukur baru terkait kondisi air setelah upaya pemurnian dari SPBU Tempurejo dan Pertamina.
Data yang dihimpun koran ini menyebutkan, pengeboran sumur dilakukan pada Minggu (11/8) lalu. Lokasi sumur baru berada di tanah milik Ahmad Satriyo.
Dia merupakan warga terdampak yang berdasar uji dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kadar total petroleum hydrocarbon (TPH) atau kandungan minyaknya nol.
Kepala DLHKP Kota Kediri Imam Muttakin melalui Kabid Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup Aris Mahmudi mengatakan, kemarin DLHKP bersama Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kota Kediri mengambil sampel air di sumur baru tersebut.
“Kita bertindak cepat. Kemarin siang (11/8) setelah pulang dari Surabaya rapat banggar itu langsung ngebor di sini. Alhamdulillah hasilnya kok bagus. Langsung bisa dibuat mandi dan cuci,” ujar Aris.
Selebihnya, menurut Aris petugas Labkesda Kota Kediri langsung mengambil sampel air kemarin untuk diujikan. Tujuannya, untuk memastikan air di sumur dengan kedalaman 18 meter itu aman untuk dikonsumsi.
“Sebenarnya selama ini upaya kami sudah luar biasa. Bisa ditanya warga dan Pak Lurah.
Dari awal sudah nggak kurang. Tapi nggak apa-apa, semoga ini bisa cepat terselesaikan,” harapnya ditemui di lokasi pencemaran Kelurahan Tempurejo, Pesantren kemarin.
Hasil pengujian labkesda, menurut Aris akan jadi acuan untuk tindakan selanjutnya.
Jika air dari kedalaman 18 meter itu terbukti bebas zat pencemar, pengeboran sumur baru dengan kedalaman 18 meter bisa dilakukan di rumah-rumah lain yang kadar TPH-nya nol.
“Dari hasil geolistrik, struktur tanah yang tercemar kalau tidak salah yang baris ini sekitar 15 meter. Kalau lebih dalam, di atas 17 meter, Insya Allah ketemu air bersih. Juga dikasih casing yang panjang,” bebernya terkait teknik pengeboran untuk mencari air bersih.
Sementara itu, kemarin warga kembali menggelar pertemuan dengan DLHKP dan perwakilan SPBU Tempurejo. Dalam pertemuan tersebut, belasan warga terdampak sepakat meminta pendampingan kasus pencemaran minyak dari SPBU Tempurejo kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Kediri Bersatu.
“Terserah mau uji coba gimana lagi. Yang penting kebutuhan masyarakat dipenuhi. Masyarakat jangan diombang-ambingkan,” pinta Mukani, salah satu warga terdampak.
Permintaan warga menurutnya masih sama. Yakni, agar air tanah mereka bisa dikembalikan seperti semula. Selama air tanah belum terjamin layak dikonsumsi kembali, mereka meminta agar bantuan air minum dan air bersih tetap harus diberikan kepada 16 kepala keluarga terdampak.
“Yang air tandon sekarang hanya sekali. Yang air minum malah sudah nggak dikirim.
Makanya kami minta maksimal sore ini (kemarin, Red) dikirim lagi air minumnya,” tegasnya.
Koordinator LSM Aliansi Kediri Bersatu Supriyo mengatakan, warga sudah mengadu dua hari sebelumnya terkait penghentian bantuan air minum itu.
Namun tak kunjung ada solusi untuk warga. “Kalau memang ini tidak bisa diselesaikan, kita anggap dalam tanda kutip penyelenggara negara melalaikan kewajibannya atau menelantarkan warganya,” tandasnya.
Sebelumnya, manajemen SPBU Pertamina 5464135 melalui kuasa hukumnya Eko Budiono mengatakan, kliennya tidak bisa memenuhi seluruh tuntutan warga.
Dengan begitu, pemulihan, kompensasi, dan bantuan air hanya akan dilanjutkan kepada tiga kepala keluarga yang sumurnya masih dinyatakan mengandung minyak atau total petroleum hydrocarbon (TPH).
Sedangkan sisanya akan diputus segala bantuannya terhitung mulai awal September nanti. Itu terlepas dari fakta air tanah di sebagian sumur yang masih berbau minyak hingga saat ini.
“DLHKP harus membuktikan itu dan bertanggungjawab serta berani mengatakan. Jika sudah selesai, katakan selesai. ITS juga. Jangan dibuat mengambang dan meresahkan warga,” papar Eko (9/8).(Red.AL)
0 Komentar