Kediri, tjahayatimoer.net- Mobil klasik memang selalu mendapat perhatian khusus. Terutama bagi penggemar otomotif. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. Selain karena sudah tidak diproduksi, mobil klasik digemari karena nilainya.
Terlebih, mobil klasik memberikan kesan dan semacam sentuhan emosional bagi penikmatnya. “Untuk mobil klasik, selain digunakan untuk balapan juga untuk kegiatan sehari-hari,” terang Yanto, pemilik Jagal Volkswagen (VW).
Bengkel yang berada di Desa Sambiresik melayani jasa memperbaiki ataupun merenovasi mobil VW antik. Saking terkenalnya, bengkel ini juga menjadi pusat berkumpulnya mobil VW berbagai jenis dan model. Seperti jenis Safari Mexico 1976, Combi 1972, Combi Dakota 1963, VW Kodok 1961, dan mobil sedan. “Di sini untuk merestorasi fungsi mesin, kembali ke fungsi semula,” terangnya.
Definisi klasik tidak hanya sempit pada kisaran usia dan nama saja. Tapi dengan jumlah, kondisi body, tingkat kelangkaan dan yang pasti bentuknya. Mobil klasik juga secara instan akan memberikan citra nostalgia pada para penggemarnya. Yang paling mahal adalah proses peremajaan mobil. Mobil yang semula harga puluhan juta dapat dijual dengan harga ratusan juta setelah restorasi.
Mobil klasik tidak hanya digemari oleh kalangan yang sudah berusia tua. Tapi banyak juga yang berusia tidak sampai dengan 40 tahunan. “Tidak hanya serta merta koleksi. Namun mobil ini juga dicintai oleh pemiliknya,” ungkap Yanto.
Meski merupakan mobil antik, ketahanan mesin tidak kalah dengan mobil keluaran terbaru. Dengan kemampuannya, pelanggan tidak hanya dalam dari dalam negeri. Namun juga luar negeri.
VW Beetle klasik karyanya yang berkapasitas 2000 cc pernah berlaga di Gelaran Indonesia Sentul Series Of Motorsports (ISSOM) 2014. Mobil yang tergabung dengan tim Semen Gresik Jagal VW Kediri ini juga pernah menjadi juara III pada Kejurnas Drag Race 2012 di Surabaya kelas Free For All (FFA).
Kembangkan Bisnis Pembibitan dan Pembesaran Ternak Ikan Lele
Di Sambiresik, para peternak ikan lele tak hanya melakukan pembesaran saja. Namun, beberapa dari mereka juga melakukan pembibitan. Salah satunya Muji Suhanjari. Pria yang tinggal di Dusun/Desa Sambiresik ini sudah memiliki sebelas kolam untuk pembibitan dan pembesaran. “Saya sudah cukup lama usaha lele ini,” jelas laki-laki yang disapa Muji.
Pria 36 ini menjelaskan bahwa dia dibantu dengan keluarganya dalam berternak. Mulai dari memberi makan, memantau perkembangan lele, hingga membersihkan kolam. Karena usahanya adalah pembibitan, menjaga kesehatan lele juga sangat penting. Sebab lele sangat rentan terkena kutu air.
“Dalam waktu satu hari ini bisa menetaskan sekitar puluhan ribu ikan lele kecil,” ucapnya.
Muji menambahkan bahwa nantinya dari bibit ikan ini akan dijual ke tengkulak. Bisa juga kepada warga desa yang hendak membeli bibit untuk dilakukan pembesaran lagi.
Selain Muji masih banyak warga yang juga peternakan lele. Selain pembibitan namun juga ada yang pembesaran. Ada belasan rumah yang berternak lele. Hasil dari ternaknya untuk menambah penghasilan keluarga.(red.i)
0 Komentar