Perjuangan Eifie Julian Hikmah: Dari Pedagang Es Krim ke Podium Emas Pekan Paralimpik Nasional

 


Kediri , tjahayatimoer.net- Prestasinya sebagai atlet tidak datang tiba-tiba. Semuanya diraih dengan kerja keras sejak dirinya masih kecil. Ketika duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar (SD). Berawal dari seorang pedagang es krim keliling. Yang ternyata, adalah seorang pelatih.

“Waktu itu liburan sekolah saya sepedahan sama teman. Terus cuman bawa uang Rp 2 ribu. Terus ada pedagang es krim lewat, terus beli. Ternyata pedagangya itu pernah nemui saya di sekolah tapi saya nggak ingat. Terus orangnya nanya rumah saya di mana? Terus mendatangi orang tua saya. Terus diizinin untuk ikut (latihan atletik),” cerita gadis bernama lengkap Eifie Julian Hikmah ini, dengan gaya khas bercerita remaja.

Menurut Ifi-sapaan kesehariannya-pelatih itu bernama Karmani. Kebetulan, sudah meninggal beberapa waktu lalu. Ternyata, jauh sebelum pertemuan itu, sang pelatih sempat menemui Ifi saat masih kelas 1 SD. Namun, saat itu Ifi dan orang tuanya belum menentukan sikapnya atas tawaran sang pelatih.

“Jadi pelatih saya itu memang jadi pedagang es krim untuk cari anak-anak seperti saya (disabilitas) untuk diajak jadi atlet,” cerita anak kedua dari empat bersaudara ini.

Bisa dibilang, pertemuannya dengan sang pelatih itulah yang membawa Ifi menjadi seorang atlet. Setelah mendapat izin, dia mulai berlatih setiap hari. Memulai sebagai pelari.

“Saya sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan olahraga. Tetapi saat ditanya suka olahraga apa, saya spontan jawabnya lari,” aku remaja yang kini duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Kediri.

Selayaknya atlet lainnya, remaja asal Kelurahan Jamsaren Kecamatan Pesantren ini wajib menjalani latihan rutin setiap hari. Rasa malas tentu pernah dialaminya. Tetapi, Ifi selalu ingat dengan pesan Ibunya.

“Ibu itu sebenarnya kasihan lihat kamu (Ifi, red) latihan kayak gitu. Tetapi kalau kamu nggak latihan mau jadi apa?” tiru Ifi atas apa yang dikatakan sang ibua ketika tahu dirinya tengah malas berlatih.

Sebagai penyandang disabilitas, Ifi terlihat begitu percaya diri. Tak ada rasa minder sedikitpun meski fisiknya tak sempurna. Yakni, tak memiliki lengan kanan bagian bawah.

Dia sangat antusias menceritakan kisahnya menjadi seorang atlet. Yang ternyata, setiap kompetisi yang diikuti itulah yang membuatnya tetap mengucapkan syukur. Pasalnya, dia bertemu dengan banyak orang yang juga disabilitas, yang mana memiliki semangat besar untuk menjadi atlet.

“Dulu waktu kecil pernah minder tetapi setelah itu mulai bisa menerima. Waktu lomba juga kan ngeliat teman-teman, oh ternyata kayak ada yang lebih parah, tetapi mereka masih semangat. Jadi sekarang biasa aja (tidak minder, Red),” ceritanya.

Oleh karenaya, Ifi sekarang tetap tekun menjalani latihan. Tiga kali dalam seminggu, yang biasanya dia lakukan setelah pulang sekolah. Buah dari ketekunannya pun tak diragukan. Dia membawa medali emas pada nomor lompat jauh, medali perak pada nomor 100 meter, dan medali perunggu di nomor 200 meter. Tiga medali dalam Pekan Paralimpik Nasional (Peparpenas) X 2023. 


Posting Komentar

0 Komentar