Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Pekerja Tekstil Kena PHK, Pesangon Belum Jelas

 



Jakarta, tjahayatimoer.net  - Sebanyak 10 perusahaan tekstil Tanah Air tercatat telah melakukan PHK massal hingga sepanjang 2024 ini. Enam di antaranya melakukan PHK besar-besaran karena penutupan pabrik, sedangkan empat sisanya dilakukan untuk efisiensi jumlah pegawai.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan sedikitnya terdapat 13.800an karyawan yang ter-PHK dari 10 perusahaan tersebut. Sayang, dari jumlah tersebut hanya segelintir pekerja yang sudah mendapatkan kepastian terkait pemberian pesangon.

"Untuk uang pesangonnya yang sudah beres, selesai sampai dengan negosiasi itu hanya grupnya Sritex sama dengan PT Sai Apparel," kata Ristadi

"Nah yang belum beres sampai sekarang itu seperti di PT Alenatex, Bandung, kemudian grup Kusuma di Karanganyar, kemudian PT Dupantex di Jawa Tengah belum selesai. Belum jelas untuk hak pesangonnya," tambahnya lagi.

Menurutnya permasalahan kepastian pemberian pesangon untuk karyawan ter-PHK ini memang cukup lumrah di industri tekstil Tanah Air. Khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki pangsa pasar dalam negeri.

"Memang rata-rata ketika perusahaan pabrik atau produk tekstil, terutama yang local oriented, yang kebanyakan pasar lokal itu memang ketika pabrik tutup, pesangonnya 90% bermasalah," ucap Ristadi.

Beruntung kondisi ini sedikit lebih baik untuk para pekerja yang berasal dari perusahaan-perusahaan tekstil yang banyak melakukan ekspor. Sebab biasanya perusahaan-perusahaan ini lebih mengutamakan masalah pemberian pesangon untuk pekerja terdampak saat harus melakukan pemangkasan.

"Untuk pabrik-pabrik yang ekspor oriented, itu mereka lebih patuh lah. Biasanya mengutamakan (pemberian pesangon). Misalkan dia supplier Adidas, Nike, New Balance, nah itu mereka lebih patuh," ungkapnya.

Walaupun menurut Ristadi perusahaan-perusahaan ini juga kerap melakukan tawar menawar dengan para pekerja terdampak. Sehingga jumlah pesangon yang diberikan bisa lebih kecil dari yang seharusnya.

"Mengusahakan lah, walaupun kadang-kadang juga ada negosiasi. Itu hak pesangonnya misal Rp 50 juta, dia tawar-tawaran dengan pekerjanya Rp 40 juta. Tapi itu sudah bersepakat dengan pekerjanya," jelas Ristadi.

"Tapi itu untuk pabrik-pabrik yang ekspor oriented, kalau yang lokal mah parah," pungkasnya.(red.Al)

Posting Komentar

0 Komentar