KEDIRI, tjahayatimoer.net - Bambu merupakan salah satu bahan yang ideal untuk dekorasi sebuah rumah. Salah satunya digunakan untuk membuat bahan kursi atau sofa. Tentu saja, material knj tidak kalah dengan kursi yang terbuat dari kayu. Kursi yang terbuat dari bambu ini juga memiliki banyak sekali desainnya. Seperti kursi atau sofa buatan Mujiana ini.
“Dari semua model, yang paling banyak dicari adalah model kursi gajah sudut minimalis,” kata warga Desa Sumbercangkring, Kecamatan Gurah tersebut.
Mujiana menjelaskan bahwa saat ini banyak orang yang mencari kursi atau sofa dari bambu untuk menghias ruang tamu. Untuk desain, kebanyakan lebih menyukai yang sederhana. Tentu saja, bahan yang digunakan untuk membuat perabotan ini tidak asal pilih.
“Bambu yang saya gunakan ini jawa, petung, hijau, dan tutul. Namun juga dapat menyesuaikan dengan permintaan,” ucap Mujiana.
Tentu saja, yang membuat kursi atau sofa bambu ini dapat bertahan lama karena prosesnya sangat berbeda. Bambu yang telah dipotong sebelumnya diberi obat agar tidak terkena rayap. Setelah diberi obat, bambu dikeringkan dulu. Sehingga kadar airnya turun. Bambu yang memiliki kadar air yang sedikit dapat bertahan hingga bertahun-tahun.
“Untuk menggabungkan bambu ini menggunakan pasak dari bambu, jadi kuat meski di goyang-goyang,” jelas Mujiana. Agar tidak cepat lapuk dan pecah, usahakan kursi atau sofa bambu ini tidak langsung terkena hujan atau sinar matahari. Jika diletakan di dalam ruangan dapat tahan hingga tiga tahun lebih.
Agar terhindar dari musibah, Pemdes Sumbercangkring, Kecamatan Gurah memiliki sebuah tradisi. Tradisi ini selalu dilangsungkan setiap satu Sura. Kegiatan tersebut adalah barikan atau doa bersama.
Setiap bulan Sura, warga Desa Sumbercangkring, Kecamatan Gurah memiliki tradisi doa bersama dan menggelar makan tumpeng. Tradisi tersebut sudah dilakukan oleh warga sejak berdirinya desa. “Berdirinya desa tepatnya pada 14 Februari 1907,” jelas Sekertaris Desa Sumbercangkring, Kecamatan Gurah Samsul Alawi.
Untuk diketahui, Desa Sumbercangkring ini merupakan pemekaran dari Desa Wonojoyo. Setelah dilakukan pemekaran, nama awalnya adalah Desa Kedung Cangkring. Barulah setelah era kemerdekaan, nama desa berubah menjadi Sumbercangkring.
“Kegiatan ini diadakan untuk mengenalkan pada generasi muda terkait sejarah desa,” imbuhnya. Tidak hanya mengenalkan sejarah. Tujuan dilakukan kegiatan tersebut juga untuk mengenang leluhur dan berdoa bersama. Mereka berdoa bersama agar desa selalu aman dan diberi perlindungan.
Tradisi barikan ini juga bertujuan agar terhindar dari bencana alam, wabah penyakit, baik pada tanaman hewan, tanaman dan manusia. Kegiatan suroan ini diawali dengan arak-arakan. Total tumpeng yang diarakan mengelilingi desa bisa mencapai puluhan. “Agar desa ini, khususnya Indonesia benar-benar menjadi negeri yang kaya akan segalanya. Harapannya begitu," kata Samsul.
Setiap tumpeng ini berisikan ayam ingkung dan buah dari warga. Setelah diarak, warga kemudian mengikuti doa bersama. Lokasi doa bersama ini disebuah tanah yang dulu dipercayai sebagai cikal bakal Desa Sumbercangkring, Kecamatan Gurah. Setelah berdoa bersama, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.
Berdasarkan cerita masyarakat, tradisi ini sudah dilakukan sejak abad 19 silam. Namun minimnya pelestarian adat budaya membuat tradisi itu sempat hilang dan tidak lagi dilanjutkan. Karena itu masyarakat setempat bersama-sama membangun kembali tradisi yang sudah ada.(red.Al)
0 Komentar