Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi



Klaten,  tjahayatimoer.net - Bukit Sidoguro menjadi saksi puncak tradisi syawalan yang diikuti oleh ribuan warga pada Rabu (17/4/2024).  Tradisi ini digelar setiap hari ketujuh di bulan Syawal dalam penanggalan Islam. Rangkaian acara dimulai dengan kirab gunungan ketupat, yang dimulai dari pintu masuk bukit Sidoguro. Bupati Klaten Sri Mulyani dan Wakil Bupati Yoga Hardaya beserta jajaran Forkopimda Kabupaten turut serta dalam arakan gunungan ketupat menuju amphitheater Bukit Sidoguro. Sanggar Omah Wayang menyambut rombongan bupati dengan tarian kreasi.


Setelah sambutan dan doa bersama, gunungan ketupat yang dihias dengan aneka sayur dan buah memasuki amphitheater Bukit Sidoguro secara berurutan. Duta Pariwisata Kabupaten Klaten membawa udik-udikan dalam keranjang janur pada barisan awal. Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Klaten, Sri Nugroho, menyampaikan bahwa tahun ini terdapat 25 gunungan ketupat hasil sumbangan beberapa instansi, baik pemerintahan maupun non-pemerintahan.

Selain itu, 1.000 porsi ketupat opor siap santap disediakan untuk dibagikan kepada masyarakat yang hadir dalam tradisi tahunan ini.

“Tradisi ini digelar sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya nenek moyang berupa ketupat lebaran. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa memiliki makna ngaku lepat atau mengakui kesalahan, yang dilanjutkan dengan saling memberikan maaf,” ungkapnya.

Tradisi syawalan di Klaten Tradisi syawalan di Klaten diadakan sebagai bentuk pelestarian budaya nenek moyang berupa ketupat lebaran. Ketupat memiliki makna ngaku lepat atau mengakui kesalahan, yang dilanjutkan dengan saling memberikan maaf. Menurut Sri Nugroho, tradisi ini juga sebagai bentuk promosi pariwisata di Kabupaten Klaten dan sebagai sarana silaturahmi masyarakat dengan Pamong Praja atau unsur pemerintah dalam momen lebaran.

Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengapresiasi antusias masyarakat yang hadir memeriahkan tradisi syawalan Bukit Sidoguro.  Menurutnya, kegiatan ini bukan hanya sebagai hiburan atau tradisi. Namun juga menjadi sarana silaturahmi dan melestarikan budaya. Ia juga menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin atas nama Pemerintah Kabupaten Klaten.

Tradisi syawalan di Bukit Sidoguro tidak hanya menjadi bagian dari warisan nenek moyang, tetapi juga menjadi sarana untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata Bukit Sidoguro dan Rawa Jombor.  Diharapkan tradisi ini turut berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat serta memperkenalkan potensi pariwisata Kabupaten Klaten kepada masyarakat luas.(red.Al)


Posting Komentar

0 Komentar