Kediri, tjahayatimoer.net - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan, jajarannya tetap menggunakan pendekatan operasi teritorial, meski TNI kembali mengistilahkan kelompok bersenjata yang mendorong Papua merdeka dengan sebutan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Operasi teritorial yang dimaksud adalah dengan mengajak semua pihak membangun dan mensejahterakan masyarakat Papua. Agus mengatakan, pola operasi di Papua menggunakan soft power dan hard power. Operasi teritorial bagian dari soft power. “Soft power dengan operasi teritorial, membantu percepatan pembangunan, membantu (peningkatan) kesejahteraan. (Operasi) hard power menghadapi kelompok bersenjata dengan senjata,” kata Agus
Agus menegaskan kembali bahwa TNI menggunakan istilah OPM karena kelompok separatis itu menamai mereka dengan sebutan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-OPM. “Penyebutan OPM dari mereka sendiri, yang menyebut mereka TPNPB-OPM,” ujar Agus. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan, operasi teritorial tetap dilaksanakan sebagai bagian dari pola operasi TNI-Polri untuk membangun Papua. “Membangun Papua bersama masyarakat dan untuk mendukung tugas TNI-Polri di Papua,” kata Gumilar saat dihubungi, Selasa. Terlebih, kata Gumilar, saat ini sudah dibentuk Komando Operasi (Koops) Habema untuk mensinergikan pola operasi TNI-Polri berupa soft dan hard power menjadi smart power di Papua.
Terpisah, Ketua Centra Initiative sekaligus peneliti senior Imparsial, Al Araf menyebutkan, penggunakan kembali istilah Organisasi Papua Merdeka atau OPM tidak akan menyelesaikan masalah dan konflik di Papua. “Justru istilah itu cenderung berdampak pada terjadinya stigmatisasi masyarakat di Papua, dan cenderung menggunakan pendekatan operasi militer dalam mengatasinya,” ujar Al Araf saat dihubungi, Selasa. Pergantian nomenklatur dari semula KKB menjadi OPM, sebut Al Araf, cenderung mengedepankan operasi militer. Al Araf mengatakan, penyelesaian masalah di Papua seharusnya mengedepankan proses dialog. Ia melanjutkan, pemerintah melihat persoalan Papua dengan pendekatan top down dan tidak dialogis.
“Harusnya di wilayah konflik itu solusi penyelesaiannya berasal dari kesepakatan pihak yang berkonflik, yakni antara pemerintah dan pihak Papua,” kata Al Araf.
Dengan demikian, lanjutnya, solusi tersebut hasil dari kesepahaman dua pihak yang berkonflik dan kemungkinan besar akan jalan seperti di Aceh. “Selama ini pendekatannya lebih banyak aspek ekonomi saja. Sementara soal keadilan hukum atas kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi diabaikan, dan isu lainnya,” kata Al Araf. “Sehingga solusinya tidak komprehensif dan bukan dari kesepakatan bersama, tetapi lebih top down. Sehingga konflik tak pernah selesai,” ujar dia. Sebelumnya, Panglima Agus mengatakan bahwa jajarannya tidak lagi menamakan kelompok bersenjata yang mendorong Papua merdeka sebagai KKB.
"Karena dari mereka sendiri menamakan diri TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) sehingga sama dengan OPM," kata Agus saat konferensi pers di rumah dinas Panglima TNI di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2024). Agus mengatakan, OPM sudah melakukan teror dan pembunuhan terhadap masyarakat serta anggota TNI-Polri. OPM juga memerkosa guru dan tenaga kesehatan. Oleh sebab itu, TNI tidak akan tinggal diam. "Saya akan tindak tegas untuk apa yang dilakukan oleh OPM. Tidak ada negara dalam suatu negara," ujar Agus.(red.Al)
0 Komentar