Jakarta, tjahayatimoer.net - Merkurius menjadi planet yang memiliki inti yang 'absurd' dan komposisi kimia yang membingungkan. Hal ini membuat para ilmuwan mencari tahu lebih mendalam mengenai planet yang terdekat dengan Matahari tersebut.
Ahli geologi planet di University of Pavia di Italia, Nicola Mari, menjadi salah satu peneliti yang mempelajari cara-cara pembentukan dan evolusi planet-planet di tata surya kita. Bahkan ia telah mendapatkan gelar PhD dengan mempelajari aliran lava Mars.Gambaran Planet Terdekat dari Matahari
Disebut sebagai planet yang paling ekstrem, Merkurius memiliki jarak paling dekat dengan Matahari dan sekaligus menjadi planet terkecil di tata surya. Planet ini memiliki volume total yang sedikit lebih besar dari Bumi dan Bulan.
Merkurius tidak memiliki atmosfer untuk menahan panas, sehingga suhu di permukaannya mencapai 400 derajat celsius pada siang hari dan -170 derajat celsius pada malam hari.
Orbit planet Merkurius merupakan terpendek dibanding planet lain di tata surya ini, yaitu sama dengan 88 hari Bumi setiap tahunnya.
Merkurius memiliki kerak yang tampak sangat tipis, padahal memiliki inti yang sangat besar dibandingkan mantelnya.
"Itu tidak masuk akal," ujar Mari dalam BBC, dikutip Jumat (19/4/2024).
Misteri Planet Merkurius
Dalam misi penjelajahannya, Mari mengungkapkan bahwa Merkurius dikelilingi oleh medan magnet karena kombinasi kepadatannya yang menunjukkan adanya inti besi.
Misteri dari planet Merkurius ini juga terletak pada rasio bahan kimia di permukaan yang terbilang sangat tidak biasa. Termasuk menggunakan teknik spektrometri, para ilmuwan menganalisis komposisi kimia Merkurius dari jarak jauh.
Hasilnya diketahui bahwa Merkurius memiliki konsentrasi thorium yang jauh lebih tinggi dibanding Venus. Thorium seharusnya menguap dalam panas yang ekstrim.
Anomali yang ditemukan para peneliti ini dapat menciptakan hipotesis bahwa Merkurius awalnya terbentuk di titik yang lebih jauh dari Matahari, dekat Mars.
Di titik tertentu dalam sejarahnya, terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa Merkurius bertabrakan dengan benda planet lain yang membuatnya berputar menuju Matahari.
Tabrakan seperti itu dapat menghancurkan kerak Bumi dan sebagian besar mantelnya, tetapi meninggalkan inti cair yang sangat besar.
"Merkurius saat ini yang kita lihat mungkin tidak lebih dari inti planet yang pernah ada," kata Mari.
Oleh karena itu, dugaan muncul dari peneliti, yang menyatakan bahwa Merkurius mungkin dulunya seukuran Bumi.
Batuan Asing asal Merkurius
Selanjutnya, penyelidikan dilakukan melalui analisis sampel batuan dari kerak Merkurius atau mengebor mantelnya. Namun, dikarenakan belum ada sarana untuk melakukan hal tersebut di permukaan, maka para ilmuwan di Bumi mencari sumber informasi lainnya.
Beberapa petunjuk diperoleh dari kelas meteorit aubrites. Nama kelas tersebut sama dengan nama komune Aubres di Perancis. Batuan di Merkurius memiliki komposisi kimia yang sama dengan aubrites.
Secara keseluruhan dalam penelitiannya, Mari menemukan banyak teka-teki yang sangat besar. Nantinya, juga akan ada informasi tambahan mengenai planet Merkurius melalui misi BepiColombo.
Misi tersebut merupakan kolaborasi antara Badan Antariksa Eropa dan Jepang yang diluncurkan pada Oktober 2018. BepiColombo telah melakukan tiga kali penerbangan melintasi Merkurius sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi kecepatannya.
Pesawat BepiColombo melakukan pendekatan terakhir ke planet Merkurius pada 2025 untuk mengukur medan magnet serta mempelajari komposisi permukaan dan internal.
"Pengukuran laboratorium terhadap analog mirip Merkurius, membantu kita menafsirkan hasil pengukuran yang diperoleh dari spektrometer infra merah dan inframerah termal, serta beberapa jenis spektrometer sinar-X dengan lebih baik lagi," ujar Johannes Benkhoff, ilmuwan Proyek untuk BepiColombo.
Pada tahun berikutnya, para pengorbit berencana mengukur komposisi mineral Merkurius, topografi, dan struktur dalamnya lebih tepat lagi.
Ada perbandingan data tersebut dengan data dari misi sebelumya, para ilmuwan mungkin dapat menentukan apakah Merkurius masih 'hidup' secara geologis. Kedua pengukuran ini, pada akhirnya dapat digunakan untuk mengetahui asal muasal Merkurius yang misterius.
"Lima belas tahun lalu, Merkurius dianggap sebagai planet yang membosankan. Namun, saya harap akan menemukan lebih banyak kejutan lagi," pungkas Benkhoff.(red.Al)
0 Komentar