Latar Wingking Cirebon, Kala Tempat Isolasi Disulap Jadi Ruang Edukasi

 


Cirebon, tjahayatimoer.net  - Di Jalan Ki Gede Mayaguna, Blok Bandongan Lor, Kelurahan Kaliwadas, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, terdapat komunitas yang aktif melakukan kegiatan budaya dan pendidikan nonformal. Komunitas tersebut bernama, komunitas Latar Wingking yang artinya halaman belakang rumah, seperti namanya, komunitas Latar Wingking terletak di halaman belakang rumah warga.

"Latar Wingking itu nama tempat yang dijadikan sebagai pusat kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan nonformal, kajian sejarah dan lingkungan hidup," tutur M Ifull Azka Zulkifli salah satu pegiat dari komunitas Latar Wingking, Minggu (3/3/2024).

Menurut Ifull, Latar Wingking bermula sekitar bulan Mei 2020. Ketika pandemi COVID-19 melanda, banyak masyarakat yang terkena COVID-19. Namun saat bersamaan, tempat isolasi mandiri masih sangat minim. Hal ini membuat Ifull dan teman-temanya, berinisiatif untuk membuat sebuah bangunan tidak permanen yang terbuat dari kayu dan bambu, sebagai tempat isolasi mandiri.

"Nah setelah COVID-19 berakhir ruang-ruang tersebut tidak terpakai. Akhirnya oleh kita manfaatkan sebagai tempat kegiatan belajar nonformal, kayak misal untuk belajar bahasa Inggris, ngaji qur'an, latihan menulis hanacaraka, pegon dan lain sebagainya," tutur Ifull.

Terlihat banyak bangunan yang terbuat dari kayu dan bambu dengan atap jerami berjejer rapi seperti bangunan zaman dulu. Menurut Ifull ada alasan tersendiri kenapa masih memakai bambu dan kayu, yakni, agar lebih dekat dengan alam serta mengikuti cara orang dulu yang membuat bangunan tanpa menggunakan batu.

Menurut Ifull, orang dulu membuat bangunan yang mengunakan batu hanya untuk tempat peribadatan, sedangkan untuk rumah dan kerajaan, orang dulu hanya menggunakan tanah dan kayu. Mungkin ini yang menjadi sebab kenapa banyak bangunan kerajaan, seperti Majapahit dan Pajajaran yang tidak ditemukan karena sudah hancur.

"Sehingga kalau kalah perang lalu terbakar misalnya, kalau terbakar habis yah habis semua, karena hanya terbuat dari kayu dan tanah," tutur Ifull.

Ada beberapa kegiatan rutin yang diadakan oleh komunitas Latar Wingking, dari mulai ngaji sejarah hingga pembagian makanan bagi ODGJ yang ada di jalan sekitar Tuparev sampai Palimanan.

"Ada ngaji sejarah atau Jirah setiap dua minggu sekali di hari Selasa, setiap Jumat kliwon ada hadiyuwan dan mujahadah, malam Senin pembagian makan gratis untuk para ODGJ, dan di malam Jumat setiap jam 12 malam ziarah ke ki Gedeng Alang Alang. Untuk kajian hanacaraka dan pegon waktunya disesuaikan ketika ada kelas," kata Ifful.

Selain kegiatan di atas, ada juga kegiatan Grebeg Latar Wingking dan santunan anak yatim yang diadakan pada siang hari sebelum agenda ngaji sejarah dimulai. "Grebeg Latar Wingking itu ditujukan untuk peningkatan ekonomi kreatif namun dengan basic makanan tradisional dari mulai gemblong, cimplo, serabi, ketan bumbu, rujak, dan kerupuk melarat," tutur Ifful.

Manfaat diadakan kegiatan adalah untuk menghidupkan kembali semangat gotong royong dan pola hidup bersama seperti di masa lalu. Menurut Ifull, kembali ke masa lalu bukan berarti mundur, tapi ancang-ancang untuk melompat lebih jauh.

Untuk sistem keanggotan, komunitas Latar Wingking bersifat terbuka dan egaliter tanpa adanya ketua. "Kita tidak pernah memikirkan biaya hidup. Di sini kita hidup bersama, termasuk saat ini ada salah satu anggota yang berbeda keyakinan dengan kita dan itu biasa saja. Kita hidup bersama untuk membangun peradaban dari lingkup yang paling kecil," tutur Ifull.

Seiring berjalanya waktu, agar lebih efektif, komunitas Latar Wingking membuat sebuah yayasan yang bernama Salaka Lintang Kerti. Di dalam yayasan terdapat beberapa bidang yang menjadi fokus utama seperti sosial, lingkungan, intelektual dan disabilitas.

Selama aktif di komunitas, ada banyak pengalaman berkesan yang dialami Ifull. Salah satunya ketika melihat teman-teman disabilitas belajar. Menurut Ifull, setidaknya ada beberapa disabilitas yang ikut dalam kegiatan komunitas Latar Wingking.

"Mereka bukan disabilitas tapi mereka sebenarnya bisa, Makanya ada tunarungu tapi bisa menari, terus ada tunanetra tapi bisa buat hidroponik, ada juga tunawicara tapi dia sudah jadi tim SAR. Yang jadi tim SAR namanya Raul, kalau yang tunarungu bisa menari Alif, dan yang tunanetra Brihaspati," tutur Ifull.

Selain disabilitas, Latar Wingking dipercaya masyarakat untuk mengobati anak yang mengalami depresi yang berlebih. "Beberapa sudah sembuh, kembali ke masyarakat bahkan sudah kuliah lagi," tutur Ifull.

Ifull berharap, ke depan, sebagai sebuah komunitas, Latar Wingking dapat menunjukkan bahwa sistem kerja gotong royong kepada masyarakat masih bisa dilakukan. "Kegiatan seni budaya dan kegiatan sosial lain masih kita maksimalkan dengan pola bersama-sama," pungkas Ifull.(red.Al)


Posting Komentar

0 Komentar