Melihat Sisa Tambangan yang Jadi Pendapatan Desa di Indramayu

  


Indramayu,  tjahayatimoer.net    - Penyebrangan Sungai Cimanuk di Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu kini tak lagi beroperasi. Namun, selama bertahun-tahun, fasilitas penyeberangan yang dikenal tambangan ini pernah menjadi satu sumber pendapatan asli desa (PADes).

Kepala Desa Krasak Khairul Isma Arif menceritakan, tambangan menjadi satu akses utama bagi warga di Krasak dan sekitarnya. Apalagi, secara geografis, Desa Krasak memang terbagi dua oleh aliran Sungai Cimanuk. Sehingga, sebagai penunjang aktivitasnya, warga harus menggunakan jasa tambangan sebagai jasa penyebrangan.

Terutama bagi warga di Blok Pulo Krasak. Rata-rata mereka masih beraktivitas rutin seperti pertanian hingga berdagang ke desa induk yang tak lain harus menyebrangi Sungai Cimanuk.

"1.100 jiwa di Blok Krasak Pulo. Karena dari sana mayoritas akses ekonominya ke arah desa induk yang harus menyebrang sungai," kata Arif saat ditemui detikJabar.

Ketika masih beroperasi, jasa tambangan ini dijadikan Titisara (sumber pendapatan asli desa). Dimana, setiap tahunnya, desa mendapat PADes sekitar Rp20 juta dari hasil kelola tambangan tersebut.

"Pertahun bisa menyumbang PADes sekitar Rp20 juta,"

Dalam pengelolaannya, jasa tambangan ini diberikan oleh pihak ketiga melalui sistem lelang. Warga yang memenangkan lelang tersebut, bisa menjalankan usaha jasa tambangan selama satu tahun.

Meski begitu, pemerintah desa harus melakukan peningkatan peralatan tambangan tersebut. Mulai dari perbaikan perahu jukung, kawat baja, dan lainnya.

"Kami fasilitasi peralatan hingga perbaikannya. Untuk maintenance itu di kisaran Rp7 juta tapi tidak menentu ya," ungkapnya.

Namun, setelah jembatan gantung telah dibangun, pemerintah desa memutuskan untuk menghentikan operasi tambangan tersebut. Di sisi lain, pihaknya mengaku sedikit berat karena telah memutus satu matapencaharian bagi warganya.

"Di satu kita kasihan karena ada satu matapencaharian yang hilang. Tapi kita kasih alternatif untuk berjualan di sekitar jembatan. Apalagi di situ sudah bisa jadi sarlam (pasar malam)," ucapnya.

Arif melanjutkan, jasa tambangan ini konon sudah ada sejak zaman dulu. Meski tidak mengetahui persis waktunya, namun menurut cerita masyarakat, penyebrangan di atas Sungai Cimanuk ini dahulu masih menggunakan perahu dengan memakai welahan atau dayung.

Seiring berjalan waktu, penyeberangan Sungai Cimanuk semakin berkembang. Warga kemudian menggunakan kawat baja yang membentang di atas sungai. Kawat itu kemudian dijadikan sebagai pengait perahu jukung sekaligus alat untuk menarik perahu saat menyeberang sungai.

"Itu sejak dulu sudah ada ya. Dulu itu masih pakai welahan (sejenis dayung) cuma pas saya kecil itu sudah pakai seling (kawat baja)," katanya.

Tambangan yang sangat berjasa bagi aktivitas masyarakat itu kini tak lagi beroperasi. Bahkan, pemerintah desa mencanangkan perahu jukung sisa dari jasa tambangan itu akan dimuseumkan.

"Kami mengarahkan nantinya itu perahu bekas tambangan rencananya pengen diabadikan jadi museum," pungkasnya.(red.al)

Posting Komentar

0 Komentar