Aparat dan Penyelenggara Pemilu Diminta Agresif Ungkap Transaksi Mencurigakan Dana Kampanye

  


JAKARTA,     tjahayatimoer.net  - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) didorong buat mengambil langkah progresif dalam menyelidiki transaksi mencurigakan dana kampanye yang diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "KPU dan Bawaslu semestinya tidak terjebak pada UU Pemilu yang tekstual dan tafsir minimalis," kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, saat dihubungi pada Senin (18/12/2023). "Seharusnya penyelenggara Pemilu dan aparat penegak hukum dapat menggunakan instrumen lain di luar Undang-Undang Pemilu untuk penindakan yang progresif, dan jika terbukti tidak segan untuk memberikan sanksi," sambung Neni. Menurut Neni, persoalan aliran dana dari sumber ilegal dalam kampanye Pemilu seakan sudah menjadi fenomena gunung es setiap kali perhelatan pemilihan digelar.


Neni mengatakan, temuan PPATK yang mendeteksi transaksi mencurigakan terkait dana kampanye memperlihatkan aktivitas Pemilu menyedot anggaran yang jumlahnya sangat fantastis mulai dari pencalonan, kampanye, kemudian jika terjadi sengketa hasil. Dia mengkhawatirkan jika praktik seperti itu terulang karena negara tidak memberikan ganjaran secara tegas kepada para pelakunya maka akan sangat sulit menyelenggarakan kontestasi Pemilu yang jujur dan adil. "Karena transaksi janggal tersebut dapat berpotensi digunakan untuk jual beli suara yang akan merusak demokrasi ke depan dan Pemilu gagal menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin bangsa yang berintegritas dan profetik,” sambung Neni. Sebelumnya diberitakan, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membantah dugaan mereka melakukan pengawasan transaksi keuangan untuk kepentingan politik.

Dia menegaskan, PPATK melakukan pemeriksaan keuangan untuk menghindarkan pelaku kejahatan memanfaatkan momen Pemilu demi keuntungan pribadi atau kelompok. “Kami hanya melakukan pemantauan terkait potensi pemilu dieksploitasi oleh para pelaku kriminal dengan menggunakan dana-dana ilegal dalam mendukung kontestasi,” papar Ivan saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (17/12/2023).

Ivan menyatakan sudah mengirimkan data itu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan aparat penegak hukum. Ivan mengatakan pihaknya akan terus mengawasi transaksi yang berkaitan dengan Pemilu. Ia tidak menyebut nama calon legislatif atau partai yang diduga menggunakan dana dari hasil tindak pidana untuk kampanye.

“Sudah kami sampaikan beberapa transaksi terkait dengan angka-angka yang jumlahnya luar biasa. Saat ini kami masih menunggu respons dari Bawaslu dan KPU,” kata Ivan kepada media di Jakarta, Kamis (14/12/2023) pekan lalu. “Pada prinsipnya kita ingin kontestasi dilakukan melalui adu visi-misi bukan kekuatan ilegal, apalagi yang bersumber dari sumber ilegal,” sambung Ivan. Transaksi mencurigakan itu terungkap akibat aktivitas janggal pada rekening khusus dana kampanye (RKDK). Ivan mengatakan, seharusnya transaksi melalui RKDK selama masa kampanye selalu sibuk karena digunakan buat membiayai keperluan elektoral. Akan tetapi, saat ini justru volume transaksi pada RKDK cenderung datar. Menurut dia, aktivitas transaksi diduga buat pembiayaan kegiatan kampanye justru terdeteksi dari rekening-rekening lain dan diduga terkait kepada bendahara partai politik.

"Rekening khusus dana kampanye untuk membiayai kegiatan kampanye politik itu cenderung flat kan, cenderung tidak bergerak transaksinya. Yang bergerak ini justru di pihak-pihak lainnya," ucap Ivan. Ivan menyampaikan, saat ini PPATK terus melakukan pelacakan (tracing) aktivitas transaksi pada rekening terkait kampanye Pemilu 2024. Termasuk di antaranya yang berkaitan dengan kegiatan kampanye capres-cawapres dan partai politik.(red.al)

Posting Komentar

0 Komentar