Jakarta, tjahayatimoer.net - Buah dari keterampilan dan kreativitas masyarakat di setiap daerah Indonesia memang patut dibanggakan. Tidak terkecuali keterampilan dan kreativitas masyarakat dari sebuah desa di ujung Sulawesi Selatan.
Di Desa Tritiro Kabupaten Bulukumba, masyarakatnya mampu menyulap daun lontar menjadi berbagai barang bernilai jual seperti bakul, tempat besek, keranjang penyimpanan, tempat tisu, hingga tas bernilai jutaan rupiah. Hal tersebut tentunya mampu dan berhasil menggerakan roda perekonomian desa.Hal ini ternyata tidak terlepas dari peran kelompok kerajinan daun lontar di Desa Tritiro, yaitu Atap Konjo. Berdiri sejak tahun 2018, Atap Konjo berhasil membina ibu-ibu di Desa Tritiro untuk menganyam daun lontar hingga produknya berhasil terjual hingga ke beberapa negara dan dilirik oleh istri pejabat.
Ketua Atap Konjo, Yuyun Wahyuni (43) menceritakan awalnya ia mengocek Rp 5 juta dari kantong pribadi untuk melatih para pengrajin. Saat itu, ia pun belum tahu bagaimana cara memasarkan produknya dan mengaku sempat vakum karena merasa tidak yakin apa yang dilakukannya ini akan berkembang dan membuahkan hasil.
"Awalnya sempat vakum, karena belum tahu pasarnya ke mana. Karena biasanya pemasok ke daerah sendiri, biasanya saat pesta perkawinan produk anyaman banyak dipakai. Kita belum tahu bagaimana caranya (memasarkan keluar)," cerita Yuni pada detikcom beberapa waktu lalu.
Namun, setelah itu, Yuyun terus berupaya menggiatkan pemasaran produk anyamannya dengan mencoba memanfaatkan media sosial seperti Facebook, bahkan e-commerce untuk menarik para pembeli.
"Akhirnya kita bisa menemukan pasarnya dan bangkit kembali hingga mengikuti pameran," imbuh Yuyun.
Sejak dari situlah akhirnya produk hasil menganyamnya bersama ibu-ibu mulai terkenal dan mulai laris manis di pasaran.
Yuyun mengatakan untuk membangun dan menekuni produksi kerajinan ini tidaklamudah. Ia harus menguras tenaga dan pikiran agar produksi yang sudah digelutinya bisa tetap berproduksi.
"Pokoknya berdarah-darah untuk membesarkan usaha ini. Tapi saya teringat pada ibu-ibu yang mendapat manfaat dari kegiatan ini. Jadi ini panggilan dari hati," ucap Yuyun.
Yuyun mengatakan saat ini, produk yang laris manis diburu adalah produk tas. Produk tas anyamannya tersebut juga sudah mendapatkan penghargaan dari dewan kerajinan nasional (Dekranas).
Hingga saat ini Yuyun bersama para pengrajin juga sudah berhasil mendapatkan omzet hingga Rp 30 juta lebih. Pemesanan untuk produk yang ditawarkannya juga semakin banyak hingga produksinya pun juga semakin digenjot.
"Masyarakat merasa terbantu dengan adanya usaha kerajinan ini. Kalau tidak ada ini, mereka tidak bisa menyambung hidup," katanya.
Atas upayanya tersebut, Yuyun dengan Atap Konjo pun berhasil menjadi salah satu finalis program pengusaha yang digelar oleh BRI dan menjadi perwakilan Kota Makassar. Sejak itu pula, dia mengaku mendapatkan bantuan untuk mengembangkan produksi usaha kerajinan daun lontarnya.
"Saya menjadi finalis program pengusaha muda BRILian. Yang mana mewakili Kota Makassar sebanyak 5 orang," ucap Yuyun.
Yuyun yang juga Ketua BUMDes Patopo di Desa Tritiro juga mengatakan setelah menjadi desa brilian, terjadi peningkatan signifikan pada kegiatan UMKM. Menurutnya Desa tritiro lebih dikenal, begitu pun masyarakat menjadi lebih aktif dan banyak yang terpanggil untuk mengembangkan produk kerajinan.
"Mereka antusias untuk menekuni dunia UMKM. Yang awalnya pesimis, bahwa apa yang bisa dihasilkan. Setelah dapat pembinaan, mereka jadi lebih sadar kalau mereka bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi," katanya.
Anyaman Daun Lontar sebagai Upaya Melestarikan Budaya
Selain menggerakan roda perekonomian, menganyam dengan daun lontar memang sedang digalakkan untuk menggeliatkan kembali nilai-nilai budaya di Desa Tritiro agar tidak punah. Pasalnya menganyam dengan daun lontar diketahui memang sudah menjadi tradisi di Desa Tritiro itu sendiri.
Menganyam dengan daun lontar memang sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Biasanya daun lontar dianyam untuk membuat bakul untuk menaruh beras, atau keranjang menaruh hasil pertanian.
Tidak hanya Atap Konjo, semangat membangkitkan kembali nilai-nilai budaya menganyam dengan daun lontar juga dibawa oleh kelompok binaan PKK Desa Tritiro, UKM Karaeng Sahapatu.
Pengurus UKM Karaeng Sahapatu, Adam mengatakan kegiatan menganyam dengan daun lontar oleh PKK kembali ada setelah Desa Tritiro didapuk menjadi Desa BRILiaN. Tujuannya adalah agar menghidupkan kembali kegiatan menganyam.
Selain menyasar ibu-ibu, UKM Karaeng Sahapatu juga membidik anak-anak di Desa Tritiro agar bisa melakukan kegiatan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka.
"Jadi kalau pulang sekolah, sehabis pengajian TPA, berlanjut dia seperti ini, menganyam. Supaya setelah tidak ada yang tua-tua, kembali ke generasi muda dan tidak punah," jelas Adam.
Untuk bisa menganyam dan melestarikan budaya ini, anak-anak biasanya dibina dua kali dalam satu minggu, yaitu hari sabtu dan minggu selama kurang lebih satu jam atau sampai mereka bosan. Biasanya, selama satu jam mengikuti pelatihan, anak-anak sudah bisa menyerut daun lontar dari tangkainya.
Adam juga mengatakan selain membina langsung, pihaknya dengan pemerintah desa juga sedang mengupayakan menganyam daun lontar agar bisa masuk ke dalam ekstrakurikuler anak-anak SD di Desa Tritiro.
"Betul kita bekerja sama dengan sekolah. Kita kembangkan semua agar tidak punah," ucapnya.
Adam juga berharap upayanya membangkitkan kembali kebudayaan menganyam setelah menjadi Desa BRILiaN semoga bisa lebih mendapatkan perhatian dari BRI.
Sebagai informasi, detikcom bersama BRI tengah mengadakan program Jelajah Desa Brilian yang mengulas potensi dan inovasi desa di Indonesia baik dari segi perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata serta dampaknya terhadap masyarakat lokal maupun nasional.(red.al)
0 Komentar