Kiamat Batu Bara Dunia Nyata, Jutaan Orang Terancam PHK!


Jakarta, tjahayatimoer.net -  Ancaman Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) khususnya di sektor pertambangan batu bara di dunia semakin nyata. Hal ini didasari pada semaraknya dunia beralih dari energi fosil ke energi baru terbarukan atau energi hijau.

Dalam laporan terbaru Global Energy Monitor, tercatat ada sebanyak 2,7 juta pekerja langsung ditambang batu bara yang beroperasi di seluruh dunia. Nah, pada tahun 2035 industri batu bara akan kehilangan hampir setengah juta pekerjaan itu, di mana dalam perkiraannya rata-rata 100 pekerja per hari di PHK.

Manajer Proyek Global Coal Mine Tracker, Dorothy Mei menyatakan transisi energi di dunia tak bisa menghindari adanya penutupan tambang-tambang batu bara di dunia, hal itu juga tentunya akan berdampak pada kondisi sosial para pekerjanya.

"Perencanaan transisi yang baik sedang dilakukan, seperti di Spanyol di mana negara tersebut secara rutin meninjau dampak dekarbonisasi yang sedang berlangsung. Pemerintah harus mengambil inspirasi dari keberhasilan mereka dalam merencanakan strategi transisi energi yang adil," jelasnya seperti dilansir Global Energy Monitor, dikutip Rabu (11/10/2023).

Laporan tersebut juga mengungkapkan sebagian besar pekerja ini berada di Asia yakni sebanyak 2,2 juta pekerjaan. Adapun negara yang menghasilkan batu bara terbesar di dunia seperti China dan India diperkirakan akan menanggung dampak terbesar dari penutupan tambang batu bara.

China memiliki lebih dari 1,5 juta penambang batu bara yang memproduksi lebih dari 85% batu baranya, yang menyumbang setengah produksi dunia. Provinsi Shanxi, Henan, dan Mongolia Dalam memproduksi lebih dari seperempat batu bara dunia dan mempekerjakan 32% tenaga kerja pertambangan global mencapai 870.400 orang.

India, produsen batu bara terbesar kedua di dunia, memiliki jumlah tenaga kerja sekitar setengah dari luas provinsi Shanxi di China. Negara ini secara resmi mempekerjakan sekitar 337.400 penambang di tambang yang beroperasi.

Bahkan, salah satu perusahaan batu bara di India yakni Coal India, menghadapi potensi PHK terbesar yaitu 73.800 pekerja langsung pada tahun 2050.

Sebagaimana diketahui, kini banyak negara yang sudah berkomitmen mengurangi penggunaan energi fosil yang kemudian bertransisi kepada energi terbarukan. Tujuannya dari transisi energi ini tentunya untuk dapat mengurangi tingkat emisi karbon dan membantu mitigasi perubahan iklim.

Bukan hanya dampak lingkungan, proses transisi energi juga dapat mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan global.

"Transisi energi akan menciptakan 14 juta lapangan kerja baru di bidang energi terbarukan pada 2030, dan mendorong 5 juta pekerja untuk bergeser dari sektor energi fosil," kata International Energy Agency (IEA) dalam report nya yang bertajuk World Energy Employmentedisi September 2022.

Menurut laporan IEA, ada sebanyak 18,2 juta orang yang bekerja di bidang pasokan energi fosil secara global di tahun 2019. Rinciannya terdiri dari 11,9 juta pekerja pasokan migas, serta 6,3 juta pekerja pasokan batu bara.

Berdasarkan data di atas, pekerja pasokan batu bara paling banyak berada di China, sedangkan pekerja pasokan migas mayoritasnya berada di wilayah Amerika Utara.

RI Melakukan Pensiun Dini PLTU

Indonesia sejatinya juga sedang berusaha melakukan transisi energi di tanah air. Beberapa kebijakan untuk mendukung transisi energi ini juga sudah dibuat misalnya dengan tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Kemudia, rencana pensiun dini PLTU Batu bara yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik. Adapun kebijakan ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 13 September 2022 dan berlaku efektif pada saat diundangkan yakni sama seperti tanggal penetapan, 13 September 2022.

Kebijakan pemerintah dalam melarang pembangunan PLTU baru serta pensiun dini PLTU ditujukan dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi: Dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, Menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral.

Sementara pada ayat 4 disebutkan bahwa pengembangan PLTU baru dilarang, kecuali salah satunya bagi PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini.

Namun demikian, jika kebijakan ini diberlakukan, maka yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana nasib sektor tenaga kerja pertambangan batu bara? Mengingat, ratusan ribu orang diperkirakan akan kehilangan pekerjaan atas kebijakan ini.

Perlu diketahui, batu bara merupakan komoditas andalan RI saat ini. Bahkan, pada 2020 Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Tak ayal bila industri ini menyerap banyak tenaga kerja.

Industri batu bara telah menyerap tenaga kerja di Indonesia hingga 150 ribu pada 2019 lalu. Hal tersebut tertuang dalam data Booklet Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020.

(red.NR)

Posting Komentar

0 Komentar