Universitas Jember, Rumah untuk Penelitian Bioteknologi Pertanian


Jember, tjahaytimoer.net –  Universitas Jember di Kabupaten Jember, Jawa Timur, adalah rumah bagi pengembangan bioteknologi pertanian di Indonesia. Peneliti-peneliti di kampus ujung timur Jawa ini punya rekam jejak bagus dalam mengembangkan sejumlah temuan yang menjadi solusi persoalan pertanian di Indonesia.

“Universitas Jember memiliki fasilitas laboratorium terbatas yang memang digunakan untuk penelitian relayasa genetika. Kami juga punya lapangan uji terbatas dan hanya kami yang punya,” kata Tri Handoyo, salah satu dosen dan peneliti bioteknologi, sebagaimana dilansir Humas Unej, Kamis (14/9/2023).

Dengan fasilitas tersebut, peneliti-peneliti bioteknologi Unej bisa meneliti produk-produk rekayasa genetika. Sebut saja pada 2016, Unej bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara XI untuk meneliti tebu yang toleran terhadap kekeringan, Varietas tebu hasil penelitian Bambang Sugiharto, guru besar pertanian Universitas Jember ini, varietas tebu ini sekarang sudah dibudidayakan para petani tebu di bawah binaan perusahaan tersebut.

Peneliti PT Perkebunan Nusantara XI, Nanik Tri Ismadi, mengungkapkan, pertumbuhan tebu varietas toleran kering ini lebih cepat. “Jumlah batang per juring lebih banyak dan produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan tebu varietas lainnya,” katanya,

Tak hanya itu. Bioteknologi memungkinkan peneliti membuat solusi seperti mengembangkan padi dengan vitamin A, tomat yang memiliki cita rasa lebih manis, dan produk lainnya. “Ada padi golden rice yang sedang dalam proses pengembangan. Begitu juga tebu dengan rendemen tinggi juga tengah dalam proses uji keamanan hayati, uji efikasi, dan uji pelepasan varietas. Ada juga padi mengandung protein anti hipertensi,” kata Handoyo.

Tahun ini, peneliti Unej sudah mengisolasi bakteri yang menyediakan pupuk bagi tanaman tanpa harus dilakukan pemupukan. “Jadi kami ambil bakteri dari tanaman tertentu atau daerah-daerah yang memiliki lahan marginal. Kami isolasi bakterinya dan kami perbanyak, lalu kami kembalikan lagi,” kata Handoyo.

“Kami membuat pasukan bakteri untuk mengambil nutrisi di alam sehingga bisa dimanfaatkan tanaman. Dengan demikian mengurangi penggunaan pupuk kimia,” kata Handoyo.

Kuatnya iklim penelitian biotekonologi di Universitas Jember membuat sejumlah perusahaan tertarik untuk bekerja sama. Selain PTPN XI, PT. Syngenta Seed Indonesia juga bekerja sama untuk pengembangan benih jagung NK 212 S

Benih ini diuji tanam di atas lahan seluas 0,5 hektar milik Agrotechnopark Universitas Jember di Desa Jubung, Kecamatan Sukorambi. Benih jagung ini tahan terhadap hama ulat penggerek batang, toleran terhadap glisofat dan produktivitasnya lebih tinggi 10 persen daripada benih jagung biasa. Setelah mendapatkan izin edar sejak 6 Maret 2023, rencananya benih jagung NK 212 S ini mulai dipasarkan tahun depan.

Pengawas Benih Madya Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Happy Suryati., berharap inovasi baru bioteknologi, khususnya pada varietas jagung akan memastikan target produksi 30 juta ton jagung di tahun 2023 dapat terpenuhi.

Tak pelak, pengembangan bioteknologi pertanian sangat dibutuhkan di negara agraris seperti Indonesia. “Kedatangan bioteknologi adalah anugerah untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Handoyo.

Pernyataan Handoyo senada dengan Antonius Suwanto, guru besar Institut Pertanian Bogor. Menurutnya manusia sejak lama sudah meneliti bagaimana produk pertanian makin baik dari sisi ketahanan maupun produktivitasnya. Dia mencontohkan kedekatan masyarakat Indonesia dengan produk padi varietas IR dan PB, atau semangka tanpa biji.

Kemajuan zaman membuat bioteknologi makin berkembang, dan mulai melangkah pada pemetaan gen hingga kloning. “Tinggal bagaimana kita menyosialisasikan inovasi baru tadi kepada masyarakat, agar adopsinya bisa terlaksana dengan baik. Dengan biodiversitas Indonesia yang kaya maka Indonesia berpotensi memiliki varietas pertanian yang makin beragam,” kata Suwanto.

Dalam hal ini, lanjut Bambang Prasetya dari Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika Indonesia, perguruan tinggi berperan penting menjadi katalisator inovasi. “Perguruan tinggi merupakan tempat lahir ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mencetak cendekiawan handal dan tenaga profesional yang mengaplikasikan teknologi tersebut,” katanya.

Namun besarnya biaya penelitian dan pengembangan produk pertanian bioteknologi tak bisa hanya ditanggung perguruan tinggi. Nanik Tri Ismadi menegaskan perlunya kerja sama lintas sektor yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat. (red.IY)

Posting Komentar

0 Komentar