Sesalkan Peristiwa Rempang, Komnas HAM Singgung Masa Pra-Reformasi



Jakarta, tjahayatimoer.net - Komnas HAM menyesalkan konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau termasuk kekerasan hingga pemindahan paksa masyarakat setempat.

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Abdul Haris Semendawai mengatakan kekerasan hingga pemindahan paksa adalah cara-cara yang dilakukan sebelum reformasi.

"Kami berharap bahwa harusnya peristiwa semacam ini tidak terulang kembali. Karena ini kan sejarah, cara-cara seperti ini kan terjadi dulu di masa-masa sebelum reformasi," ujar Abdul Haris Semendawai di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (22/9).

Menurutnya, pemerintah seharusnya menggunakan mekanisme dialog persuasif secara kemanusiaan.

Dalam konferensi pers tersebut, Komnas HAM membeberkan keterangan dari pihak Polresta Barelang dan masyarakat Desa Sembulang, Desa Dapur 6 serta Pantai Melayu.

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Putu Elvina mengungkap keterangan yang diperoleh dari Kapolresta Barelang.

Ia menyebut Kapolresta Barelang mengakui BP Batam hanya dua kali melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat terkait rencana relokasi dan proyek Rempang Eco City.

"Kapolresta Barelang menyampaikan sosialisasi rencana relokasi masyarakat Pulau Rempang sangat minim dan tidak memadai, sehingga berpotensi menimbulkan penolakan dari masyarakat. Dari keterangan bahwa hanya dua kali sosialisasi yang dilakukan oleh BP Batam," kata Putu.

Selain itu, keterangan Kapolresta Barelang menyebut BP Batam mengerahkan 1.000 pasukan gabungan dalam pengamanan rencana kegiatan pematokan tata batas di Pulau Rempang (7/9).

Namun, pengamanan yang dilakukan oleh pasukan gabungan pada peristiwa 7 September 2023 di Pulau Rempang dan peristiwa 11 September 2023 di Pulau Batam telah sesuai dengan SOP aparat kepolisian.

Terkait penggunaan gas air mata, imbuh Putu, Kapolresta Barelang mengklaim tidak mengarahkan secara khusus ke lokasi SDN 24 Galang dan SMPN 22 Galang.

Namun, karena hembusan angin, maka gas air mata akhirnya masuk ke lingkungan sekolah dan menimbulkan dampak kepada para siswa dan guru.

Kapolresta Barelang mengaku meminta tambahan 400 pasukan dari Polda Riau guna mengantisipasi aksi masyarakat yang semakin besar dan tidak terkontrol terkait rencana relokasi masyarakat di 3 Kampung Melayu Tua yang menjadi prioritas relokasi pada pembangunan tahap I Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City.

Putu menyebut Polresta Barelang telah mengupayakan trauma healing kepada siswa-siswi SDN 24 Galang dan SMPN 22 Galang dengan melibatkan psikolog dan tenaga profesional sebagai upaya pemulihan psikologis siswa-siswa terdampak peristiwa konflik masyarakat Pulau Rempang pada 7 September 2023.

Sementara itu, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P. Siagian mengatakan keterangan dari masyarakat Desa Sembulang, Desa Dapur 6 dan Pantai Melayu menyebut tidak ada pemberitahuan dan sosialisasi yang layak dari BP Batam.

Tak hanya itu, masyarakat setempat juga belum ada kesepakatan bersama atas kegiatan pematokan lahan pada 7 September 2023.

"Pengerahan kurang lebih 1.000 aparat untuk mengamankan pematokan lahan menimbulkan reaksi penolakan yang besar dari masyarakat," kata Saurlin.

(red.NR)

Posting Komentar

0 Komentar