Memburu Fredy Pratama, Menantu Kartel Narkotika di Kawasan "Golden Triangle"

 

JAKARTAtjahaytimoer.net - Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus memburu gembong narkotika internasional, Fredy Pratama. Polri telah menerbitkan red notice terhadap Fredy Pratama sejak Juni 2023, setelah sembilan tahun menjadi buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2014. Terungkapnya sosok Fredy bermula ketika aparat keamanan menerima 408 laporan kasus narkoba sepanjang 2020 hingga 2023 yang seluruhnya berkaitan dengan jaringan Fredy. Dalam praktiknya, jaringan Fredy ternyata tidak hanya beroperasi di Tanah Air, tetapi juga melebarkan pangsanya hingga ke Malaysia bagian timur.


Polri telah menetapkan 39 tersangka jaringan Fredy, termasuk seorang selebgram wanita asal Palembang, APS. Polri juga telah menyita aset milik Fredy senilai Rp 10,5 triliun. Menantu dari kartel di kawasan "Segitiga Emas" Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa mengatakan, mertua dari Fredy Pratama adalah kartel narkotika di Thailand dan Kawasan Kawasan Segitiga Emas (Golden Triangle). Kawasan Segitiga Emas merupakan sebutan untuk wilayah bagian utara Asia Tenggara yang meliputi Burma (Myanmar), utara Laos, dan utara Thailand "Mertuanya diduga adalah kartel narkotika di daerah Thailand," kata Mukti saat dikonfirmasi, Sabtu (16/9/2023).

Polisi menduga, gembong narkotika kelas kakap ini masih berada di Thailand. Sebab, istrinya adalah warga negara Thailand. Oleh sebab itu, Polri terus bekerja sama dengan Interpol serta pihak Kepolisian dan Imigrasi Thailand dan Malaysia untuk bisa menangkap Fredy. "Kita yakin bahwa yang bersangkutan masih ada di wilayah Thailand karena istri adalah orang Thailand, warga negara Thailand," kata Mukti. 

Sempat terdeteksi di Thailand 

Keberadaan Fredy Pratama pun sempat terdeteksi di Thailand. Namun, pihak Kepolisian Thailand menyebutkan bahwa buronan kasus narkotika itu sudah berpindah negara. Kepolisian Thailand juga mengeklaim telah berkoordinasi dengan Polri terkait keberadaan buron tersebut. "Fredy Pratama telah meninggalkan Thailand. Tujuannya telah diketahui tetapi belum bisa disampaikan kepada pers karena hal itu harus dikoordinasikan dengan Indonesia lebih dahulu,” kata Royal Thai Police Pol Maj Gen Phanthana Nutchanart dalam konferensi pers pada Selasa (14/9/2023) waktu setempat.

Sindikat narkoba terbesar 

Gembong narkotika asal Kalimantan Selatan telah terpampang di situs resmi Organisasi Polisi Kriminalitas Internasional atau Interpol. Tampak dalam daftar Interpol Red Notice, Fredy Pratama berjenis kelamin pria dan lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia, pada 15 Juni 1985 Pria dengan nama alias Miming ini masuk daftar buronan internasional setelah Polri mengeluarkan Red Notice pada Juni 2023. Dikutip dari laman Interpol, Red Notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menangkap seseorang.

Penangkapan dilakukan untuk sementara, sembari menunggu ekstradisi atau penyerahan kepada negara yang meminta maupun tindakan hukuman serupa. Kepala Bareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, jaringan Fredy Pratama merupakan pengungkapan sindikat kasus narkoba terbesar se-Indonesia. "Diketahui bahwa sindikat Fredy Pratama ini adalah sindikat narkoba yang cukup besar, mungkin terbesar," kata Wahyu dalam paparannya di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2023). Wahyu menyampaikan, pengungkapan ini merupakan yang terbesar lantaran pada kurun waktu 2020-2023, ada 408 laporan kasus narkoba terkait jaringan Fredy Pratama. Meski sindikatnya sudah diungkap, Fredy masih buron.


Dari sekitar 408 laporan yang masuk pada periode 2020-2023, polisi menetapkan total 884 tersangka yang terafiliasi dengan sindikat narkoba Fredy Pratama. Wahyu menyampaikan, para tersangka yang telah ditangkap memiliki peran berbeda-beda sesuai dengan tugasnya masing-masing. Eks Asisten SDM Kapolri ini juga mencontohkan peran dari beberapa tersangka. Misalnya, inisial K alias R berperan sebagai pengendali operasional. Kemudian, MFN alias D berperan sebagai pengendali keuangan. AR sebagai Koordinator Dokumen Palsu. FA dan SA sebagai kurir uang cash di luar negeri. KI sebagai koordinator pengumpul uang cash. Kemudian T, YPI, dan DS sebagai koordinator penarikan uang tunai.

BFM sebagai pembuat dokumen palsu yaitu KTP dan rekening palsu. Selanjutnya, FR dan AA sebagai kurir pembawa sabu Sindikat peredaran gelap narkoba ini, kata Wahyu, beroperasi mengedarkan narkoba jenis sabu dan ekstasi di wilayah Indonesia dan Malaysia bagian timur. Eks Kabaintelkam ini mengatakan, sindikat tersebut dikendalikan oleh Fredy Pratama selaku bandar besar yang juga merupakan pengendali utama (master mind). Dia juga mengatakan, Fredy memiliki sejumlah nama samaran, seperti Maming, The Secret, Casanova, Airbag, dan Mojopahit. Fredy juga disebut sempat melangsungkan aksinya dari negara Thailand. “Yang bersangkutan ini mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia dari Thailand," ujar jenderal bintang tiga itu. Untuk tersangka kasus narkoba dikenakan Pasal 114 Ayat (2) Subsider Pasal 112 Ayat (2), juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sementara itu, terhadap para tersangka terkait TPPU dikenakan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.(red.IY)

Posting Komentar

0 Komentar