Jaksa: Pengacara Lukas Enembe Mobilisasi Massa Geruduk Mako Brimob Jayapura

 



Jakarta, tjahayatimoer.net -  Tim Jaksa KPK menguraikan peran pengacara Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, selaku terdakwa kasus perintangan penyidikan. Roy diduga melakukan pengerahan massa untuk menggeruduk Mako Brimob Jayapura.

Hal itu diungkap jaksa KPK saat membacakan dakwaan kepada Roy di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (27/9/2023). Jaksa awalnya menjelaskan soal rencana pemanggilan Lukas pada 12 September 2022 silam.

"Mengenai surat panggilan penyidik KPK kepada Lukas Enembe tersebut, Lukas Enembe menyampaikan akan memenuhi panggilan penyidik KPK dengan mengatakan 'ayo sudah kita menghadap'," kata jaksa KPK.

Namun sikap koperatif dari Lukas itu ditentang oleh Roy Rening selaku kuasa hukumnya. Roy meminta Lukas tidak perlu memenuhi panggilan KPK dan menyusun skenario Lukas sakit.

"Saat itu terdakwa mencegah Lukas Enembe untuk memenuhi panggilan penyidik KPK dengan memberikan arahan kepada Lukas Enembe dengan mengatakan 'tidak usah Bapak, tidak usah hadir. Nanti Bapak ditangkap, kita alasan saja Bapak sakit," beber jaksa KPK.

Roy Rening lalu juga meminta adanya massa yang datang ke Mako Brimob Jayapura pada 12 September 2022. Kedatangan massa itu sebagai upaya untuk memberikan tekanan publik kepada KPK.

"Terdakwa juga menyampaikan membutuhkan massa untuk didatangkan atau dikerahkan ke Mako Brimob Jayapura pada hari pemanggilan Lukas Enembe dengan tujuan memberikan dukungan kepada Lukas dan memberikan tekanan publik kepada KPK karena telah melakukan kriminalisasi kepada Lukas Enembe. Atas arahan terdakwa tersebut Lukas Enembe menyetujuinya," ungkap jaksa KPK.

Skenario dari Roy Rening itu berjalan. Massa dalam jumlah besar mendatangi Mako Brimob Jayapura pada 12 September 2022 untuk menolak kehadiran penyidik KPK.

"Atas hal tersebut penyidik KPK tidak berhasil memeriksa Lukas Enembe dan banyaknya massa yang melakukan demonstrasi atau unjuk rasa di Mako Brimob Jayapura menyebabkan proses pemeriksaan di Mako Brimob menjadi terganggu," katanya.

Rencana Bawa Lukas ke Filipina
Roy Rening juga menyusun skenario Lukas Enembe sakit sehingga tidak bisa memenuhi panggilan KPK pada 12 September 2022. Dalam surat sakit itu juga memuat rumah sakit rujukan pengobatan Lukas Enembe yang berada di Filipina.
"Surat rujuk dari rumah sakit umum daerah Jayapura Nomor 441.6/261 tanggal 11 September 2022 perihal rujukan penderita Lukas Enembe kepada bagian spesialis penyakit dalam Asian Hospital and Medical Centre di Manila Filipina yang ditandatangani oleh Anton Tony Mote selaku Direktur RSUD Jayapura," ujar jaksa KPK.

KPK menduga surat rujukan itu hanya sebagai dalih dalam membawa Lukas ke luar negeri. Pasalnya, pada 9 September 2022 tim Lukas tercatat telah memesan private jet dengan tujuan penerbangan ke Filipina.

"Bahwa penerbitan surat sakit Lukas Enembe yaitu surat rujuk dari RSUD Jayapura Nomor 441.6/621 tanggal 11 September 2022 perihal rujukan penderita Lukas Enembe kepada Bagian Spesialis Penyakit Dalam Asian Hospital and Medical Centre di Manila Filipina tersebut bertujuan untuk membawa Lukas Enembe ke luar negeri," terang jaksa.

"Rencana keberangkatan Lukas Enembe sudah dipersiapkan dengan mendatangkan pesawat charter private jet Hawkers 900 X0 PK-RDA Operator Tri MG Intra Asia Airlines dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Bandara Sentani Jayapura pada Jumat 9 September 2022. Selanjutnya pesawat charter private jet tersebut akan melakukan penerbangan dengan rute Sentani-Manado-Manila Filipina untuk keberangkatan penerbangan tujuan Manado pada hari Senin 12 September 2022 di saat bersamaan Lukas Enembe dipanggil untuk memberikan keterangan kepada penyidik KPK di Mako Brimob Jayapura," sambung Jaksa.

Skenario itu batal terlaksana. Lukas Enembe batal pergi ke Filipina usai pada penyidik KPK telah mengajukan pencegahan ke luar negeri kepada Lukas sejak 7 September 2022.

Dalam kasus ini, Roy didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(red.NR)

Posting Komentar

0 Komentar