Surabaya, tjahaytimoer.net – Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim, Deni Wicaksono menyoroti aksi kutu loncat yang dilakukan Budiman Sudjatmiko yang kini merapat ke kubu Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus di era Presiden Soeharto.
Hal itu terus berimbas negatif, setelah dikritik sesama rekan aktivis karena Budiman dinilai menggadaikan idealismenya, kini Budiman juga dipandang memainkan diri sebagai korban alias playing victim.
“Budiman jangan playing victim. Dia sudah loncat ke Ketua Umum Gerindra, kok tidak mau mundur dari PDI Perjuangan? Dia sengaja ingin playing victim dengan memainkan sentimen publik seolah-olah dizalimi PDI Perjuangan. Padahal di mana-mana, yang namanya loncat ke kubu lain, ya harus mundur,” ujar Deni Wicaksono, Selasa (22/8/2023).
Deni mengilustrasikan, ibarat laga sepak bola klub A melawan klub B. Ada pemain klub A yang kemudian tak mau berjuang bersama, dan malah mendukung klub B, tentu yang bersangkutan harus mundur dari klub A.
“Ini kan sudah berbeda jalan. Yang satu ingin menjaga keberlanjutan kemajuan Indonesia dengan track record yang jelas. Yang satunya lagi belum jelas visinya dengan track record masa lalu yang dinilai sangat kelam. Tapi Budiman menutup mata dan tidak gentle, watak yang pernah saya benar-benar rasakan ketika berinteraksi dengan dia jelang Pemilu 2019,” ujar Deni yang berada dalam satu daerah pemilihan (dapil) dengan Budiman ketika Pemilu 2019.
Deni berlaga sebagai caleg DPRD Jatim Dapil Jatim IX meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Ngawi, Magetan. Budiman maju sebagai caleg DPR RI di Dapil Jatim VII, juga meliputi Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi, dan Pacitan. Bedanya, Budiman tak mampu merebut hati rakyat sehingga gagal lolos ke DPR RI.
Adapun Deni sukses melaju ke DPRD Jatim meskipun itu pengalaman pemilu pertama baginya. “Saya cukup faham bagaimana Mas Budiman, karena hampir setahun berinteraksi penuh selama proses kampanya Pemilu tahun 2019 dulu,” katanya.
Deni menambahkan, aksi Budiman yang playing victim dilakukan untuk menuai simpati publik. Tetapi kini publik sudah cerdas, karena setiap pilihan politik tentu membawa konsekuensi. Publik justru menilai Budiman sebagai sosok yang plin-plan.
“Publik juga menyesalkan Budiman membawa narasi sebagai seorang nasionalis-Soekarnois mendukung kubu tertentu. Publik membatin, seorang nasionalis-Soekarnois dalam situasi Pilpres, tidak akan mungkin mendukung sosok yang menggunakan politik identitas yang memecah belah rakyat pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019,” ujar Deni.
“Publik juga membatin, seorang nasionalis-Soekarnois dalam situasi Pilpres, tidak akan mungkin mendukung sosok yang dulu menghalalkan kekerasan untuk meredam perlawanan rakyat di masa orde baru,” tambahnya.
Apalagi, lanjut Deni, Budiman adalah aktivis yang dulu dikenal idealis dan menentang kesewenang-wenangan Orde Baru di
mana Prabowo Subianto menjadi bagian di dalamnya.
“Justru kehadiran Budiman yang loncat ke kubu Prabowo membangkitkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga idealisme dan integritas, tidak mengorbankan hal yang paling berharga itu, mungkin demi untuk kepentingan sesaat misalnya transaksi finansial,” pungkas Deni. (red.IY)
0 Komentar