Nestapa Warga Tlogo Gentong Blitar Angkat Kaki dari Kampung

 


Blitar, tjahaytimoer.net –  2019 menjadi awal kesedihan warga Kampung Tlogo Gentong di lereng Gunung Kawi, masuk kawasan Blitar. Karena di tahun itu warga Tlogo Gentong diminta untuk pindah dari kampung yang telah mereka tempati puluhan tahun lamanya.

Awal tahun itu, ada 2 kepala keluarga (KK) yang terpaksa angkat kaki dari kampung terluar dan terakhir di Kabupaten Blitar tersebut. Salah satu yang terpaksa pergi adalah Mesinem.

Nenek 14 cucu itu terpaksa angkat kaki dari Tlogo Gentong setelah diimbau perusahan teh tempatnya dulu bekerja untuk meninggalkan kampung kelahirannya. Imbauan tersebut pun terpaksa dibuat lantaran perusahaan teh itu telah bangkrut.

Pihak perusahaan tidak bisa memberikan jaminan upah sekaligus pekerjaan bagi warga Tlogo Gentong. Kondisi ini berdampak langsung terhadap 16 KK di Tlogo Gentong, yang selama ini mengandalkan hidup sebagai buruh petik teh.

Tanah yang ditempati warga tersebut juga berada di area perkebunan teh yang merupakan kawasan HGU PT. Sari Bumi Kawi. Imbauan itu pun membuat Mesinem memutuskan untuk pergi dari kampung Tlogo Gentong ke permukiman baru yang telah disiapkan.

Dengan berat hati, nenek 14 cucu itu pun memutuskan untuk angkat kaki dari tanah kelahirannya.

“Wonten mriki mboten wonten pegawean lak mboten pados kiambak, mboten wonten ladang, pokok diwei omah yowes omah tok, embuh lakmu golek ekonomi (di sini tidak ada pekerjaan yang disiapkan kalau tidak cari sendiri. Tidak ada lahan juga, cuma dikasih rumah saja),” kata Mesimen, warga Tlogo Gentong.

Di perkampungan baru, Mesinem mendapatkan rumah permanen dengan luas sekitar 6 kali 8 meter. Rumah ini telah disiapkan oleh PT. Sari Bumi Kawi.

Meski mendapatkan fasilitas yang lebih nyaman, kesedihan masih membekas di hati Mesinem lantaran harus meninggalkan perkampungan tempat dia dilahirkan. Kesedihan itu semakin terasa saat mengetahui di perkampungan baru ini, Mesinem tidak mendapatkan lahan garapan.

Ia dan suami pun terpaksa menjadi pemelihara kambing untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kini setelah 4 tahun tinggal di perkampungan baru, Mesinem kerap bolak-balik ke Tlogo Gentong untuk mencari rumput bagi kambing peliharaannya.

“Enjih kaet alit kulo wonten mriko, ket taun pinten niko, taun seket lak mboten klintu, riyen mriko rame, mas, penguruse mati, dadi susah (iya dari kecil saya sudah di sana, sejak tahun berapa dulu kalau tidak salah tahun 1950 kalau tidak salah, dulu di sana ramai, mas, dulu ada pengurusnya, pengurusnya meninggal sekarang warga jadi susah),” ungkapnya.

Berpindahnya Mesinem pada 2019 itu, ternyata diikuti oleh warga yang lain. Tahun demi tahun, satu persatu warga di Tlogo Gentong terpaksa angkat kaki dari perkampungan yang asri dan sejuk itu.

Kini di tahun 2023, hanya ada 4 kepala keluarga saja yang masih tetap tinggal di perkampungan Lereng Gunung Kawi tersebut.

Duko sakniki tasik pinten seng neg duwur, tapi paling 3 opo 4 omah wae seng nek kono (tidak tahu tepatnya tapi mungkin sekarang tinggal 3 atau 4 rumah saja di sana),” tutup nenek 14 cucu itu. (red.IY)

Posting Komentar

0 Komentar