Kementrian Kesehatan: Dampak 6 Penyakit Pernafasan, BPJS 2022 Capai Rp10 Triliun

 


Jakarta, tjahaytimoer.net –   Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, sedang menyiapkan serangkaian langkah preventif untuk menghadapi ancaman meningkatnya penyakit pernapasan yang disebabkan oleh tingginya tingkat polusi udara.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan bahwa ada enam jenis gangguan pernapasan yang paling banyak terjadi di kalangan masyarakat, yakni pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, kanker paru-paru, tuberkulosis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

“Dalam laporan kami, dampak keenam penyakit pernapasan ini pada BPJS tahun lalu mencapai angka sekitar Rp10 triliun, dan mengingat tren peningkatannya hingga tahun 2023, terutama ISPA dan pneumonia, kita dapat mengantisipasi bahwa angka ini dapat meningkat. Perlu dicatat bahwa dari keenam penyakit tersebut, tiga yang paling umum adalah infeksi paru-paru atau pneumonia, ISPA, dan asma. Total biaya untuk tiga penyakit ini mencapai sekitar Rp8 triliun dari total Rp10 triliun,” ungkap Budi dalam pernyataannya di Kantor Presiden setelah menghadiri rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, pada hari Senin, 28 Agustus 2023.

Menurut Menteri Kesehatan, polusi udara merupakan faktor dominan dalam timbulnya pneumonia, ISPA, dan asma, dengan andil kontribusi sebesar 24-34 persen. Indeks polusi udara diukur berdasarkan lima komponen udara yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu tiga komponen berbentuk gas (nitrogen, karbon, dan sulfur), serta dua komponen berbentuk partikel (PM10 dan PM2,5).

“Partikel berukuran 2,5 mikron memiliki potensi risiko kesehatan yang lebih tinggi karena mampu menembus hingga ke alveolus paru-paru, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya pneumonia. Oleh karena itu, dalam konteks kesehatan, kami berfokus pada PM 2,5 karena inilah yang dapat memiliki dampak paling besar, terutama pada penyakit pneumonia yang menjadi beban utama BPJS,” terang Menteri Kesehatan.

Untuk menghadapi peningkatan penyakit gangguan pernapasan ini, Menteri Kesehatan menjelaskan bahwa pihaknya telah merencanakan sejumlah langkah. Pertama, pendidikan kepada masyarakat mengenai risiko kesehatan akibat polusi udara akan terus ditingkatkan.

Kedua, Kementerian Kesehatan akan merekomendasikan penggunaan masker sebagai tindakan pencegahan jika kualitas udara mencapai tingkat polusi yang tinggi, sejalan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menurut Menteri Kesehatan, masker yang direkomendasikan harus memenuhi spesifikasi tertentu, termasuk kemampuan menahan partikel.

“Masker dengan tingkat perlindungan KF94 atau KN95 menjadi pilihan kami, karena jenis masker ini mampu menahan partikel berukuran 2,5 mikron. Partikel inilah yang memiliki potensi risiko kesehatan tinggi, karena dapat masuk ke dalam paru-paru dan bahkan ke dalam aliran darah karena ukurannya yang sangat kecil. Oleh karena itu, masker dengan standar KF94 atau KN95 sangat penting untuk langkah pencegahan,” tambahnya.

Ketiga, Kementerian Kesehatan juga akan memberikan pelatihan kepada dokter-dokter di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan rumah sakit di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mengenai langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan. Dengan cara ini, Menteri Kesehatan berharap bahwa jika seseorang perlu dirawat karena penyakit tersebut, penanganan dan diagnosis yang diberikan akan seragam.

“Kami juga akan menjalin kerjasama dengan Rumah Sakit Persahabatan sebagai koordinator penyakit pernapasan di bawah Kementerian Kesehatan untuk melatih rumah sakit dan puskesmas di wilayah Jabodetabek. Dengan demikian, kami berharap bahwa jika ada pasien yang datang ke puskesmas atau rumah sakit, penanganan dan diagnosis yang diberikan akan konsisten,” tegasnya. (red.IY)

Posting Komentar

0 Komentar