27 Persen Perempuan Pernah Alami Kekerasan Seksual dan KDRT

 


Jogjakarta, tjahaytimoer.net –  Kekerasan Terhadap Perempuan: Sebuah Bentuk Kejahatan Kemanusiaan. Isu kekerasan terhadap perempuan telah menjadi perhatian berbagai pihak selama puluhan tahun. Sebelum tahun 1980-an, kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai masalah pribadi yang tidak dianggap serius.

Berdasarkan penelitian populasi yang dilakukan oleh Rifka Annisa Women Crisis Center pada tahun 2003, ditemukan bahwa satu dari empat perempuan (27 persen) mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangannya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rifka Annisa dan UNWomen pada tahun 2012 di tiga wilayah dengan perspektif laki-laki juga menunjukkan angka serupa, yaitu 25,7 – 60 persen laki-laki mengaku pernah melakukan kekerasan fisik dan/atau seksual.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengindikasikan bahwa satu dari tiga perempuan usia 15—64 tahun di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan pada tahun 2017. “Selama lebih dari 10 tahun, prevalensi kasus kekerasan terhadap perempuan ini tidak mengalami penurunan yang signifikan, meskipun berbagai intervensi telah dilakukan oleh berbagai kalangan,” ungkap Direktur Rifka Annisa WCC, Indiah Wahyu Andari, usai diskusi pada Senin (28/8/2023).

Indiah menjelaskan bahwa sejak tahun 1980-an, gerakan sosial untuk menanggapi kekerasan terhadap perempuan telah dimulai di berbagai belahan dunia. Seiring dengan gerakan ini, kekerasan terhadap perempuan menjadi masalah publik yang serius. Kasus ini telah menyebabkan dampak serius pada perempuan korban, keluarga, dan masyarakat, termasuk dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial.

Oxfam melaporkan bahwa setengah dari perempuan di Asia Selatan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Melalui Multi Country Study yang dilakukan pada tahun 2004, WHO menemukan bahwa 15—17 persen perempuan pernah mengalami kekerasan fisik, seksual, atau keduanya dari pasangan intim.

Data global terbaru menunjukkan bahwa 30 persen perempuan berusia 15 tahun ke atas pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangannya sepanjang hidupnya (DeVries et al., 2013).

Lembaga pelayanan bagi korban kekerasan telah berkembang pesat. Ada 59 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Selain itu, ada ratusan lembaga pelayanan, komunitas di tingkat desa, dan sekitar 100 lembaga pelayanan yang tergabung dalam Forum Pengada Layanan di Indonesia.

Instrumen kebijakan dari tingkat nasional hingga desa juga telah ada, termasuk dukungan anggaran yang signifikan. Peningkatan penanganan kasus kekerasan terlihat dari jumlah kasus yang dilaporkan ke lembaga pelayanan.

Pada tahun 2022, Komnas Perempuan mencatat 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan. Data ini berasal dari laporan berbagai lembaga penyedia layanan bagi perempuan korban kekerasan tahun 2022. Selain itu, ada 4.371 kasus aduan yang masuk khusus ke Komnas Perempuan, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 4.322 kasus.

“Selama 30 tahun, Rifka Annisa telah mengembangkan berbagai intervensi untuk menangani kekerasan terhadap perempuan. Kami tengah merenung dan menilai mengapa prevalensi kasus ini hampir tidak berubah, serta mencari pendekatan yang tepat untuk mengurangi prevalensi tersebut,” tegasnya.

Langkah ini akan diambil secara bertahap. Dimulai dengan pengumpulan data dan analisis kritis terhadap upaya yang telah dilakukan di Indonesia dalam pencegahan dan penanganan kasus ini. Hasil analisis awal akan disajikan dalam sebuah workshop dan kemudian dalam konferensi pers.

Secara internasional, negara-negara di dunia mulai mengambil langkah untuk menanggapi kekerasan terhadap perempuan melalui reformasi politik dan sosial. Pada tanggal 25 September 2015, komitmen untuk melaksanakan agenda 2030 tentang pembangunan berkelanjutan diumumkan secara resmi, yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs). Penanganan kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu target SDGs yang harus diatasi oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan perlindungan perempuan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah beberapa di antaranya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga telah mengatur peran serta masyarakat dalam perlindungan perempuan korban kekerasan.(red.IY)


Posting Komentar

0 Komentar