Tradisi Nyadran, Sambut Ramadan dengan Bakti Kepada Tuhan dan Leluhur

 


Limbangan, kabarreskrim.co.id -, Setiap menjelang Ramadan, tepatnya pada bulan Sya'ban, masyarakat dusun Melaten Rt 02 RW 01 desa Pagerwojo kec limbangan kab kendal, selalu melakukan tradisi Nyadran. Budaya yang telah dijaga selama ratusan tahun ini, dilakukan dengan pembangunan gapura dan Sumur Bor beserta bersih-bersih makam para orang tua atau leluhur,Antusias Masyarakat datang membawa  macam macam  makanan tradisional, serta berdoa atau selamatan bersama di Halaman Masjid BAITUL HIKMAH Yang Dipimpin do'a bersama ustadz Tri Manto, Menurut Yang disampaikan bpk Pardi selaku ketua RW dusun Melaten.


Dalam kalender Jawa, Bulan Ramadan disebut dengan Bulan Ruwah, sehingga Nyadran juga dikenal sebagai acara Ruwah. Dirangkum dari berbagai sumber, tradisi ini adalah hasil akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Kata Nyadran berasal dari kata 'Sraddha' yang bermakna keyakinan.


Nyadran menjadi bagian penting bagi masyarakat Jawa. Sebab, para pewaris tradisi ini menjadikan Nyadran sebagai momentum untuk menghormati para leluhur dan ungkapan syukur kepada Sang Pencipta. Biasanya, Nyadran diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa, atau pada 15, 20, dan 23 Ruwah.



Masing-masing daerah di tanah Jawa punya ciri khas masing-masing dalam tradisi ini. Masyarakat di beberapa daerah membersihkan makam sambil membawa bungkusan berisi makanan hasil bumi yang disebut sadranan. Secara tradisi, sadranan akan ditinggalkan di area pemakaman. Tak jarang, masyarakat juga meninggalkan uang untuk biaya pengelolaan makam.


Namun, tidak semua masyarakat di daerah Jawa Tengah selalu membawa sadranan. Di Kecamatan Muntilan Kota Magelang misalnya, masyarakat tidak membawa sadranan ketika membersihkan makam. Satu hari setelah membersihkan makam, masyarakat mengadakan doa bersama untuk mendoakan para leluhur yang telah berjuang di masa lalu.

Salah satu yang khas dan pasti ada di setiap Nyadran, adalah acara makan bersama atau kenduri. Prosesi ini menjadi salah satu yang ditunggu oleh warga. Setiap keluarga membawa masakan hasil bumi. Masyarakat membaur menikmati makanan, yang dihidangkan di atas daun pisang.


Masyarakat yang melakukan tradisi Nyadran percaya, membersihkan makam adalah simbol dari pembersihan diri menjelang Bulan Suci. Bukan hanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Nyadran dilakukan sebagai bentuk bakti kepada para pendahulu dan leluhur. Kerukunan serta hangatnya persaudaraan sangat terasa setiap kali tradisi Nyadran berlangsung.


Nyadran yang telah dijaga selama ratusan tahun, mengajarkan untuk mengenang dan mengenal para leluhur, silsilah keluarga, serta memetik ajaran baik dari para pendahulu. Seperti pepatah Jawa kuno yang mengatakan "Mikul dhuwur mendem jero" yang kurang lebih memiliki makna “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita tanam-dalam.(Ekp/Kabiro)

Posting Komentar

0 Komentar