Gresik, tjahayatimoer.net -, Kamis, 9 Maret 2023. Menurut sumber yang dikonfirmasi tim penyidik di lokasi, ada bos bernama Ratna yang diduga menjual kosmetik ilegal. Sumber tersebut menjelaskan bahwa Ratna diduga menjalankan bisnis ilegal ini cukup lama, hampir 4 tahun,” ujar sumber tersebut.
Saat Ratna dituding menjalankan bisnis kosmetik yang diduga ilegal tanpa izin BPOM, edar, dan Halal MUI, kecurigaannya merebak ke publik. Selama transaksi jual beli barang ilegal melalui cash on delivery ini, Ratna kerap bertransaksi dengan nomor rekening BCA 7900749443 yang diduga nomor rekening orang lain, mengatasnamakan Mercy Cream, Dye, Soap dan HB Whitening, salah satunya tidak berlisensi. alias, palsu atau ilegal. Keterangan sumber menyebutkan, alamat rumah Ratna berada di Dusun Juwet, Desa Wedoroanom, Kecamatan Driorejo, Kabupaten Gresik. Pengelola kosmetik Ratna diduga memiliki suami yang diduga PNS aktif, namun sangat disayangkan ketika usaha Ratna yang diduga menjual kosmetik ditutup tanpa izin sesuai hukum dan undang-undang. peraturan
Dugaan pelanggaran bagi penjual kosmetik ilegal sesuai pasal.
(a). Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya disingkat UU Kesehatan), kosmetik termasuk ke dalam jenis sediaan farmasi. Kosmetika Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan adalah :
“Paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi agar tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.”
Sediaan farmasi seperti kosmetik tidak dapat diedarkan dan/atau diperdagangkan sembarangan tanpa melewati proses perizinan yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan produk kosmetik umumnya mengandung bahan - bahan kimia yang harus diperiksa kandungannya sehingga hasil yang diproduksi dapat bermanfaat dan aman bagi pemakainya.
(b). Maka dari itu, produk kosmetik hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU Kesehatan, yang berbunyi :
(1). Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
(2). Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
(3). Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.”
(a). Izin edar yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk kosmetik berbahaya. Konsekuensi dari ketentuan administrasi tersebut adalah bahwa pemerintah berwenang untuk mencabut izin dan menarik produk dari pasar yang sebelumnya telah menerima izin.
(b). Selain itu, terdapat pula ketentuan pidana untuk menghindari pengadaan, penyalahgunaan dalam menggunakan alat kesehatan atau sediaan farmasi sehingga membahayakan masyarakat dari pihak yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.
(c). Mengedarkan kosmetik tanpa izin edar yang diatur dengan ketentuan pidana pasal 106 dan pasal 197 dalam UU Kesehatan.
(d). Yang di mana Pasal 197 UU Kesehatan berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa produk kosmetik yang di produksi dan di edarkan tanpa izin edar yang di keluarkan oleh BPOM merupakan pelanggaran hukum. Sedangkan bagi para pelaku usaha yang mengedarkan dan/atau memproduksi produk kosmetik tanpa izin edar, dapat dipenjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Dasar Hukum :
Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063).
0 Komentar