Jakarta, tajahayatimoer.net - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramowardhani menjelaskan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset saat ini prosesnya masih dimatangkan secara substansi di internal pemerintah. Sebelumnya, Jokowi mendorong agar RUU ini segera selesai sebagai respon atas anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, dari 38 poin pada 2021 menjadi 34 poin pada 2022.
"Salah satu substansi krusial yang dibahas adalah mekanisme pengelolaan aset rampasan dan sitaan, untuk mengefektifkan pemeliharaan dan pengelolaan barang rampasan, serta bagaimana kerangka kelembagaanya," ujar Jaleswari dalam keterangannya, Ahad, 12 Februari 2023.
Jaleswari menerangkan, RUU Perampasan Aset saat ini telah menjadi prioritas pemerintah dan sudah masuk ke Prolegnas tahun 2023. Dalam proses pembahasan di internal pemerintah, Kementerian Hukum dan HAM ditunjuk sebagai leading sector.
Jaleswari menyebut RUU ini perlu menyesuaikan dengan substansi regulasi lain, misalnya UU KUHP yang baru, serta UU lainnya.
"Sesuai dengan arahan Bapak Presiden, Tim Pemerintah akan mempersiapkan matang substansi UU-nya sesegera mungkin, untuk kemudian mengirimkan Surat Presiden dan draft RUU ke DPR agar dapat segera dibahas dan memenuhi syarat administratif dan substantif pembentukan regulasi," kata Jaleswari.
Perintah Berulang Jokowi
Perintah Jokowi untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset, sebenarnya bukan perintah baru. Ucapan yang sama juga sudah disampaikan Jokowi pada acara puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2021 yang diselenggarakan KPK pada Kamis, 9 Desember 2021.
"Pemerintah terus mendorong segera ditetapkannya Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana," kata Jokowi.
Ia menyebut, pemulihan aset dan peningkatan penerimaan negara bukan pajak juga harus diutamakan. Ini untuk penyelamatan dan pemulihan keuangan negara, serta mitigasi perbuatan korupsi sejak dini.
Saat itu, Jokowi pun berharap beleid ini bisa rampung pada 2022. "Kita harapkan tahun depan insya Allah ini bisa selesai agar penegakan hukum yang berkeadilan bisa terwujud secara profesional dan akuntabel untuk meningkatkan kesejahateraan rakyat," tuturnya.
Pada 13 Oktober 2022, giliran Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md yang mengutarakan permintaan Jokowi. Mahfud menyebut presiden sudah berkali-kali minta RUU Perampasan Aset Tidak Pidana segera disahkan.
"Kita sudah masukkan Menkumham dalam prolegnas (program legislasi nasional) dan teman-teman PDIP yang saya sounding juga sudah oke untuk ini," kata Mahfud kala itu. Tapi kenyatannya sampai hari ini RUU ini belum jua disahkan.
Begitupun dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah sejak 2019 berharap beleid ini bisa segera disahkan.
"Nah sebetulnya kalau kita mau mengurangi OTT atau kita mau mengurangi suap menyuap semestinya RUU ini gol," kata Ketua PPATK kala itu, Kiagus Ahmad Badaruddin, Kamis, 12 September 2019.
Awal 2022, Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Wuryanto buka-bukaan ihwal belum ditetapkannya pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal oleh DPR. Kepada Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Bambang mengatakan, RUU ini masih belum ditetapkan pembahasannya karena menyangkut hajat hidup para anggota dewan terhadap para konstituennya. Terutama untuk menggalang suara dukungan dari rakyat dalam pemilu.
"Sekarang anda minta dibatasi transaksi angkanya. Fakta lapangan hari ini yang namanya kompetisi cari suara pakai ini (uang) semuanya. Gue terang-terangan ini di lapangan," kata politikus PDIP itu saat Rapat Dengar Pendapat dengan PPATK, Selasa, 5 April 2022. (Red.Sl)
0 Komentar