Jakarta, tjahayatimoer.net - Gempa di Turki dan Suriah melahirkan penderitaan bagi korban selamat. Jika tidak menderita luka berat, banyak penyintas yang mengalami trauma hebat.
Di sebuah rumah sakit lapangan Turki di selatan kota Iskenderun, Mayor Angkatan Darat India Beena Tiwari mengatakan wa;lnya banyak pasien datang karena luka fisik. Tetapi, sekarang berubah.
"Sekarang lebih banyak pasien datang dengan gangguan stres pasca-trauma, akibat keterkejutan yang mereka alami selama gempa," katanya seperti dimuat Reuters, Rabu, 15 Februari 2023.
Keluarga di Turki dan Suriah mengatakan mereka dan anak-anak mereka menghadapi dampak psikologis dari gempa tersebut.
"Setiap kali dia lupa, dia mendengar suara keras dan kemudian mengingatnya lagi," kata Hassan Moaz tentang anaknya yang berusia 9 tahun di Aleppo, Suriah. "Saat dia tidur di malam hari dan mendengar suara, dia bangun dan memberitahuku: 'Ayah, gempa susulan!'"
Konvoi pertama bantuan PBB memasuki barat laut Suriah, yang dikuasai pemberontak, dari Turki melalui perlintasan Bab al-Salam yang baru dibuka.
Presiden Suriah Bashar al-Assad setuju pada hari Senin untuk mengizinkan bantuan PBB masuk dari Turki melalui dua penyeberangan perbatasan lagi, menandai pergeseran Damaskus yang telah lama menentang pengiriman bantuan lintas batas ke kantong pemberontak.
Hampir 9 juta orang di Suriah terkena dampak gempa, kata PBB, saat meluncurkan permohonan dana $400 juta.
Pencarian korban selamat akan berakhir di barat laut Suriah, kata kepala kelompok penyelamat utama Helm Putih, Raed al Saleh.
Rusia juga mengatakan sedang menyelesaikan pekerjaan pencarian dan penyelamatannya di Turki dan Suriah dan bersiap untuk mundur.
Korban Turki adalah 35.3418 tewas, kata Presiden Tayyip Erdogan. Lebih dari 5.814 orang tewas di Suriah, menurut penghitungan Reuters dari laporan media pemerintah Suriah dan badan PBB.
Para penyintas bergabung dalam eksodus massal dari zona yang dilanda gempa, meninggalkan rumah mereka dan tidak yakin apakah mereka bisa kembali.
"Ini sangat sulit... Kami akan mulai dari nol, tanpa harta benda, tanpa pekerjaan," kata Hamza Bekry, 22 tahun, warga Suriah asal Idlib yang telah tinggal di Antakya, di selatan Turki, selama 12 tahun tetapi bersiap-siap untuk mengikuti keluarganya ke Isparta di selatan Turki.
Lebih dari 2,2 juta orang telah meninggalkan daerah yang paling parah, kata Erdogan, dan ratusan ribu bangunan tidak dapat dihuni. (Red.Df)
0 Komentar