Surabaya, tjahayatimoer.net - Sidang perdana Tragedi Kanjuruhan akan digelar Senin besok di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Sidang dilakukan secara daring dan media dilarang untuk menyiarkan secara langsung atau live.Sidang perdana Tragedi Kanjuruhan ini akan digelar Senin (16/2) sekitar pukul 10.00 WIB. Beragam persiapan dilakukan jelang persidangan ini. Polisi juga turut melakukan persiapan pengamanan persidangan.
Kasipenkum Kejati Jatim, Fathur Rohman, membenarkan bahwa sidang akan berlangsung secara daring atau online. Untuk sidang perdana, pihaknya bakal tak akan menghadirkan seluruh terdakwa secara langsung di Ruang Cakra, PN Surabaya.
"Dalam agenda pertama saat dakwaan, sidang diadakan online," kata Fathur
Meski begitu, tak menutup kemungkinan para tersangka akan dihadirkan seluruhnya pada persidangan lanjutan. Asal, sesuai permintaan dari hakim mau pun penasihat hukum dari terdakwa.
"Kalau di sidang selanjutnya para terdakwa diminta untuk dihadirkan, bisa saja kami hadirkan. Tergantung bagaimana nanti hakim saat sidang," ujarnya.
Hal senada disampaikan Wakil Humas PN Surabaya, Anak Agung Gede Agung Pranata. Menurut Anak Agung, sidang perdana perkara Kanjuruhan bakal digelar secara daring.
Agung memastikan pengamanan ekstra ketat bakal diberlakukan saat sidang pertama tersebut. "Iya (online), tapi tergantung (JPU, Hakim, Polisi, dan Penasihat Hukum) ada yang minta dihadirkan tidak. Kalau perlu dan harus dihadirkan, ya bisa dihadirkan," tuturnya.
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengeluarkan kebijakan anyar menjelang sidang perdana perkara Tragedi Kanjuruhan ini. Kebijakan tersebut yakni melarang wartawan melakukan siaran langsung selama sidang berlangsung.
"Media atau wartawan diperkenankan melakukan peliputan selama persidangan berlangsung, namun tidak diperbolehkan menyiarkan persidangan secara live streaming," kata Humas PN Surabaya, Suparno, Kamis (12/1/2023).
"Pada prinsipnya, sidang Kanjuruhan dimulai hari Senin 16 Januari 2023, pukul 10.00 WIB secara video call atau online. Untuk mekanisme, memang ada pembatasan, baik itu dari teman-teman pers yang masuk, karena ruangannya terbatas, tidak semua boleh masuk, nanti monggo (silakan) perwakilan siapa," lanjutnya.
Sedangkan terkait larangan siaran langsung, Suparno menyebut hal itu merupakan permintaan dari majelis hakim. Namun, untuk peliputan suara, video, hingga foto tetap diperbolehkan.
"Kalau wartawan harus betul-betul dipakai (ID card), jangan sampai nanti tanya-tanya, jadi awal masuk sudah tahu ini wartawan, enggak perlu tanya. Pokoknya gantian lah (liputannya), bagaimana kita menyikapi, nanti dari kepolisian kan, soalnya nanti yang gak pakai identitas atau name tag dari wartawan nanti mengganggu persidangan," paparnya.
Suparno menyebut sidang perkara Tragedi Kanjuruhan bukan tingkat nasional. Melainkan, sudah tingkat internasional. Ia berharap selama berlangsung sidang, Surabaya tetap kondusif.
"Jadi, jangan sampai gara-gara Kanjuruhan, nanti ada gesekan yang tidak diinginkan, yang diminta masyarakat Surabaya itu saja, tidak muluk-muluk, yang penting biar lah proses hukum berjalan, yang penting tidak ditekan dari pihak pengadilan. Hakim itu independen sekali," ungkapnya.
Suparno juga mengimbau Aremania tidak memaksa masuk ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk melihat proses persidangan.
"Kecuali, dari pihak keluarga korban yang nanti menjadi saksi (boleh masuk ruang sidang)," katanya Suparno.
Jelang sidang besok hari, sejumlah aturan seperti skema, regulasi, hingga pembatasan tengah dilakukan pihak pengadilan.
Aturan itu di antaranya melarang suporter ikut dan hadir dalam persidangan, penjagaan ekstra ketat dari Polri dan TNI, hingga memverifikasi setiap pengunjung PN Surabaya.
Wakil Humas PN Surabaya Anak Agung Gede Agung Pranata memastikan selama sidang Tragedi Kanjuruhan ini, sidang lain di sejumlah ruangan masih tetap berlangsung seperti biasa.
"Masih tetap (sidang seperti biasa), Mas," kata Agung kepada awak media.
Meski begitu, Agung mengaku sidang di ruangan lain kemungkinan bakal terganggu. Mengingat, jumlah pengamanan dan pengunjung sidang bakal lebih ekstra dibanding hari-hari biasanya.
Tak hanya itu, setiap pengunjung yang tak memiliki kepentingan juga dilarang memasuki ruang sidang Cakra selama perkara Kanjuruhan disidangkan. Kecuali, awak media dan wajib mengenakan name tag atau id card.
"Untuk suporter tidak boleh ikut sidang, kecuali dari pihak keluarga korban yang akan jadi saksi," ujarnya.
Humas PN Surabaya Suparno membenarkan ada 140 saksi yang akan memberikan keterangan selama sidang berlangsung. Meski demikian jumlah tersebut bisa bertambah atau berkurang.
"Ada 140 (saksi), tergantung pihak JPU (jaksa penuntut umum) nanti yang membuktikan," kata Suparno saat ditemui di PN Surabaya, Jumat (13/1/2023).
Suparno berharap, persidangan berlangsung aman dan tertib. Mengingat, perkara tersebut tengah menjadi sorotan di sejumlah negara. "Semoga sidangnya tertib, aman, dan lancar," tandas Suparno.
Sedangkan untuk pengamanan sidang, sebanyak 800 personel siap disiagakan untuk mengamankan sidang. Jumlah tersebut bisa semakin bertambah jika sidang berpotensi ada kerawanan.
"Kita siapkan 1.800 atau 3.600 personel kalau rawan. Sementara, 800 dulu," kata Kabag OpsPolrestabes Surabaya, AKBP ToniKasmiri.
Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara terkait media dilarang menyiarkan langsung jalannya persidangan. Mahfud menyebut hal itu adalah keputusan hakim.
"Itu kewenangan hakim yang menentukan terbuka dan tertutup," kata Mahfud MD di Gedung Negara Grahadi Surabaya usai menjadi narasumber dalam acara dialog kebangsaan, Sabtu (14/1/2023).
Mahfud menegaskan setiap sidang sebenarnya boleh terbuka untuk umum. Asalkan para pengunjung mentaati aturan dengan tertib dan menjaga keamanan bersama.
"Ya itu ada aturannya, kalau nonton sidang ya boleh. Sidang itu terbuka untuk umum, yang penting tertib dan aman," tegasnya.
Mahfud kemudian meminta awak media menanyakan ke pengadilan mengapa sidang Tragedi Kanjuruhan dilarang ditayangkan secara langsung. Sebab, dirinya tak punya kewenangan.
"Tanya ke pengadilan, kalau saya memutuskan tidak boleh," tutur dia.
(red.Df)
0 Komentar