Mengaku Relawan Ambulans Dan Cabuli Bocah 11 Tahun

                 

Jakarta,tjahayatimoer.net - Polsek Jagakarsa menangkap orang yang mengaku relawan ambulans yang diduga mencabuli bocah laki-laki berusia 11 tahun di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Jumat, kemarin. Predator seksual ini berjenis kelamin laki-laki dengan korban anak-anak.

"Polsek Jagakarsa sudah mengamankan pelaku sebagai penanganan awal, terduga korban yang masih anak-anak diajukan ke Polres Metro Jakarta Selatan," kata Kapolsek Jagakarsa Kompol Multazam Lisendra saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 21 Januari 2023.

Multazam menjelaskan, pelaku yang berjenis kelamin laki-laki inisial AF tersebut berusia 20 tahun, berstatus sebagai pelajar dan bertempat tinggal di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. "Kami sudah mengantarkan pelaku ke Polres Metro Jakarta Selatan untuk dimintai keterangan lebih lanjut"..

Multazam mengimbau kepada masyarakat khususnya anak-anak agar jangan mudah percaya dan berani menolak ajakan orang tak dikenal.

Menurut dia, predator seks ada di sekeliling warga, mulai dari orang terdekat hingga orang asing sehingga masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan bisa menghubungi saluran telepon 110 untuk mendapat keamanan dari Kepolisian. "Kami rutin melakukan sosialisasi kampanye cegah predator anak melalui kegiatan Polisi Sahabat Anak," tuturnya.

Melalui akun Instagram @merekamjakarta, diceritakan korban seorang bocah itu disebut ditabrak motor dekat rumahnya pada Kamis (19/1) lalu. Pelaku yang mengetahui kesempatan tersebut mengaku sebagai tim pengawal ambulans kepada korban.

Kemudian esok harinya, pelaku kembali mendatangi rumah korban dengan alasan akan membantu pengawalan lalu ia mencabuli korban di rumahnya. Orang tua korban yang mengetahui kejadian tersebut langsung menghubungi pihak Kepolisian yang langsung menangkap pelaku.

Ancaman predator seksual

Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan canggih bukan hanya membawa dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif. Salah satunya adalah pornografi dan ancaman predator seksual anak. Karena itu, perlu adanya perlindungan dan penanganan terhadap kekerasan seksual anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam siaran persnya nomor B- 018/Set/Rokum/MP 21/03/2017 tentang Anak-Anak Menjadi Korban Predator Anak, Indonesia Darurat Pornografi Anak menulis bahwa upaya penanganan yang dalam menghadapi predator seksual dapat dilakukan dalam bentuk koersif maupun represif.

Upaya koersif dapat dilakukan oleh orang tua untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual. Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan memahami jenis-jenis konten yang tersedia di internet agar dapat memfilter informasi yang layak konsumsi bagi anak.

Orang tua dapat menggunakan aplikasi untuk memantau aktivitas yang dilakukan anak di media sosial. Selain itu, orang tua juga dapat mengajarkan anak bagaimana sebaiknya ketika menggunakan internet dan media sosial sekaligus membangun komunikasi yang baik dengan anak.

Orang tua dan setiap orang yang berhubungan dengan anak seperti pengasuh dan guru juga harus memahami hak-hak anak dan bahaya pornografi serta modus-modus kekerasan seksual yang sering terjadi pada anak-anak.

Sedangkan upaya represif dilakukan dengan penegakan hukum bagi pelaku predator seksual anak, baik yang terjadi di dunia maya maupun di dunia nyata. Upaya represif dilakukan untuk memberikan efek jera pada para pelaku predator seksual anak sehingga tidak mengulangi tindakannya. 

Hukuman bagi para pelaku sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Revisi Kedua UU Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dipidana penjara 5 sampai dengan 15 tahun.

Apabila menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi dan atau korban meninggal, maka pelaku dipidana mati, seumur hidup, penjara 10-20 tahun, dan dapat dikenakan pidana tambahan berupa pengumuman identitas, kebiri dan pemasangan pendeteksi elektronik.

Identifikasi, penanganan, dan perlindungan terhadap korban, apalagi korban anak-anak, perlu dan wajib dilakukan. Negara juga sudah mengamanatkan hal ini dalam UUD 1945 bahwa negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup. tumbuh dan berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

(red.la)


Posting Komentar

0 Komentar