JAKARTA , tjahayatimoer.net - Kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) dikhawatirkan akan membuat harga jual rumah ikut kena imbas. Diketahui, BI menaikkan suku bunga acuan di angka 5,75%.
Namun, Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida mengatakan saat ini para pengembang belum ada rencana untuk menaikan harga jual rumah.
Totok mengatakan kenaikan harga rumah masih tetap berada di angka 3%.
Hal itu merupakan penyesuaian dari harga material, ongkos transportasi, dan suku bunga yang lebih dahulu naik pada tahun 2022 lalu.
"Bunga KPR, harga material sudah relatif stabil, karena kenaikan kemarin, saat ini nilai tukar sudah naik, sementara sudah stabil, sehingga kita bertahan kenaikan harga properti di 3% saja," ujar Totok , Senin (23/1/2023).
Lebih lanjut, Totok menjelaskan kenaikan harga rumah juga menimbang aspek yang lebih jauh. Utamanya dalam mengukur kemampuan masyarakat untuk membeli properti yang saat ini juga belum pulih pasca pandemi Covid-19.
Sebab jika harga rumah naik dan berujung pada terkoreksinya permainan, dikhawatirkan bakal berdampak pada cash flow perushaan.
Oleh karena itu, kenaikan harga rumah diangka 3% merupakan titik keseimbangan antara demand dan suply.
"Kalau ada suku bunga, kita berusaha tidak menaikkan, karena kita juga belum tahu berapa kenaikan interest pinjaman, karena Himbara belum naikan, bunga rerata masih di 7% untuk KPR," lanjut Totok.
Sekedar informasi, sejak bulan Agustus 2022 hingga Januari 2023 BI secara akumulatif sudah menaikan suku bunga sebanya 225 basis poin atau 2,25%.
Hal itu merupakan upaya perlawanan rupiah untuk tetap kuat menghadapi nilai tukar dolar.
Targetnya dengan kenaikan suku bunga sebanyak 225 basis poin tersebut, inflasi inti dapat ditekan diangka 2-4% pada semester I-2023, dan inflasi IHK di angka 2-4% pada semester II-2023.
"Kenaikan suku bunga, asal masyarakat ada kemampuan dunia bisnis ada kemampuan tidak ada masalah, yang jadi masalah itu jual barang tidak ada yang beli," pungkasnya.
(red.la)
0 Komentar