Kemiskinan di Yogyakarta Tinggi , Ekonom Ungkap Penyebabnya

  



Jakarta , tjahayatimoer.net Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkap penyebab mengapa kemiskinan di Yogyakarta tinggi, tapi kebahagiaannya juga tinggi. Menurut dia, budaya nrimo (menerima) menjadi penyebab.

"Kenapa ketimpangannya tinggi, kemiskinannya juga (tinggi), tapi di satu sisi kok harapan hidup, kemudian juga kebahagiaannya bagus? Ya itu karena budaya lokal yang disebut nrimonrimo ing pandum, jadi artinya dia itu cenderung menerima apa adanya," kata Bhima melalui keterangan tertulis pada Tempo, Minggu, 22 Januari 2023.

Dia menyebut, budaya ini sebetulnya bersifat permisif terhadap kemiskinan. Sebab, budaya tersebut meyakini bahwa kemiskinan adalah pemberian atau harus ikhlas menerima pemberian Tuhan. 

"Jadi, ada daerah-daerah dengan budaya nrimo atau budaya permisif, saya bilangnya permisif yang cukup kuat, bahkan mungkin di Nepal, di negara lainnya. Itu yang kemudian memiliki dimensi kehidupan bagi warga lokal (untuk) tidak hanya mengejar keuntungan materialistis," lanjut Bhima.

Namun, dari sudut pandang ekonomi hal tersebut salah. Dari sudut pandang ekonomi, harusnya ada korelasi antara kebahagiaan dan kesuksesan. 

"Contohnya apa? Ya negara-negara paling bahagia di dunia adalah negara-negara Skandinavia, ekonominya bagus, tingkat pemerataannya iya (bagus), dari sisi pendapatan per kapita masuk ke nagara maju, kemudian juga dari kebahagiaan tinggi," paparnya.

Menurutnya, budaya permisif tersebut harus diubah hrs bahwa kondisi kemiskinan tidak bisa diterima. Ia mengatakan perlu intervensi terhadap hal ini.

"Salah satu intervensi yang harus dilakukan itu sebenarnya upah minimum. Jadi, kalau upah minimum warga lokalnya juga naik maka gap ketimpangan dengan para pendatang itu semakin menyempit. Nah, ini yang harus dilakukan oleh Pemda Yogya," tutur Bhima.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyebutkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa per September 2022. Meski Yogyakarta menjadi daerah tujuan utama kunjungan wisatawan nusantara, namun berdasarkan perhitungan angka kemiskinan DIY tercatat sebesar 11,49 %. Persentase ini berada di atas rerata nasional, yaitu 9,57%. 

Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah DIY Beny Suharsono mengatakan kemiskinan semestinya bukan hanya dilihat dari statistik angka saja. Namun harus juga dilihat bagaimana kehidupan masyarakat dengan parameter-parameter lain. Seperti tingkat harapan hidup, tingkat pendidikan, tingkat kebahagiaan dan lainnya. “Bisa dilihat, angka-angka ini sering kontradiksi yang tidak sesuai dengan paradoks atau anomali di Yogyakarta," kata dia.

Benny merinci berdasarkan statistik, soal usia harapan hidup, soal angka kebahagiaan, soal angka harapan rata-rata lama sekolah, soal indeks kesejahteraan di Yogyakarta, menunjukan hal yang bertolak belakang dengan angka statistik kemiskinan itu.

Benny menuturkan saat ini Pemda DIY telah menetapkan 15 kecamatan, terutama di Kabupaten Kulon Progo dan Gunungkidul sebagai fokus penanganan kemiskinan. Kantong-kantong kemiskinan di DIY itu dipetakan sebagian besar berada di area selatan provinsi itu.

 "Kami menargetkan penanganan kemiskinan ekstrem di sejumlah kantong kemiskinan bisa selesai tahun 2024," kata Beny, Sabtu, 21 Januari 2023. 

(red.la)

Posting Komentar

0 Komentar