Surabaya, tjahayatimoer.net - Samanhudi Anwar menjadi tersangka kasus perampokan rumah dinas Wali Kota Blitar. Semua berawal dari lantangnya dia saat bilang punya balas dendam politik kepada Wali Kota Santoso. Dari sini percikan bara dendam itu berawal hingga dikaitkan dengan kasus perampokan rumah dinas (rumdin) Wali Kota Blitar.
Sudah menjadi rahasia umum bagi warga Kota Blitar, jika Santoso 'dikempit; Samanhudi sejak awal berkarier sebagai ASN di Pemkot Blitar. Posisi dan jabatan Samanhudi sejak menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Blitar sampai menjadi Wali Kota Blitar dua periode, mempunyai akses sangat mudah untuk melakukan semua itu. Apalagi, Samanhudi merupakan tokoh dengan massa militan di bawah naungan PDIP.
Samanhudi juga yang menggandeng Santoso masuk gelanggang politik. Mereka berdua kemudian memegang tapuk pimpinan di Pemkot Blitar dengan berpasangan sebagai wali kota dan Wakil Wali Kota periode 2015-2019. Sayang, romantisme kedua politikus ini harus berakhir ketika Samanhudi terjaring OTT Komisi Antirasuah pada tahun 2018.
Otomatis, Santoso menggantikan posisi mentornya sebagai wali kota hingga akhir masa jabatan mereka di tahun 2019. Menjelang Pilwali tahun 2019, rupanya Samanhudi belum rela melepaskan karier politiknya. Beberapa informasi valid yang didapat oleh Wartawan menyebut Samanhudi membuat komitmen politik untuk melanggengkan kekuasaannya di Kota Blitar. Namun bukan Samanhudi yang bermain. Melainkan melalui putra Samanhudi yang sudah dikader terjun ke politik praktis sejak awal.
Komitmennya, bahwa Santoso tidak akan maju sebagai bacawali atau bacawawali selain berpasangan dengan putra Samanhudi. Ternyata rencana itu tidak bisa terlaksana, karena PDIP tidak memberikan rekomendasinya kepada putra Samanhudi.
"Dan di menit terakhir pendaftaran Pilwali 2019 itu, ternyata rekom PDIP ditawarkan kepada Santoso. Santoso menerimanya. Karena secara matematis bakal menang dengan dipasangkan kader Gerindra, Tjujuk Sunariyo. Dan ternyata pasangan ini memang menang mutlak," tutur tokoh masyarakat Kota Blitar yang tidak mau disebutkan namanya kepada Wartawan, Sabtu (28/1/2023).
Tentu saja Samanhudi kecewa dengan manuver Santoso ini. Namun, mereka masih punya rencana kedua, yakni menjadikan putra Samanhudi sebagai Ketua DPC PDIP Kota Blitar. Samanhudi menaruh harapan besar, Santoso punya bargain yang kuat untuk memperjuangkan hal itu. Baik di DPD PDIP Jatim ataupun di DPP PDIP Pusat. Namun lagi-lagi, realitanya jauh panggang dari api.
"PDIP justru memberikan jabatan sebagai Ketua DPC PDIP Kota Blitar kepada Syahrul Alim. Sedangkan putra Pak Samanhudi seolah tersingkirkan. Padahal yang berjuang membuat PDIP jaya, istilahnya, di Kota Blitar kan Samanhudi. Namun saat dia butuh, malah disingkirkan. Mungkin ini yang membuat dia punya dendam politik," ulasnya.
Beberapa narasumbernya lain di internal Pemkot Blitar juga membenarkan cerita tersebut. Namun, keterangan ini belum bisa terkonfirmasi ke kedua belah pihak. Sebelumnya Wali Kota Santoso menanggapi dendam Samanhudi itu dengan santai. Dia tak mau berpolemik dengan dendam Samanhudi dan mengatakan hubungan keduanya baik-baik saja.
"Oh baik. Jadi, saya selama ini apapun bentuknya saya tetap menghargai beliau. Ketika beliau menjadi wali kota saya menjadi wakilnya. Ketika beliau di dewan saya menjadi sekwannya (sekretaris dewan)," kata Santoso kepada wartawan selepas acara wisuda UNU di Puri Perdana Hotel, Blitar.
Untuk itu, Santoso menegaskan hubungannya dengan Samanhudi sejak menjadi atasannya selalu dihargai. Sebab, Samanhudi dinilai puya andil jasa bagi masyarakat Kota Blitar.
"Jadi, selama ini kita tetap menjadi atasan pimpinan yang saya selalu menghargai. karena beliau juga jasanya kepada Kota Blitar juga dikenang masyarakat," tandas Santoso.
Sementara putra Samanhudi, Henry Pradipta Anwar, hanya membaca pertanyaan Wartawan melalui WhatsApp, namun tidak meresponnya.(red.Df)
0 Komentar