Praktik Prostitusi di Eks Lokalisasi Berkedok Tempat Karaoke.

  



SEMARANG, tjahayatimoer.net – Ternyata masih ada praktik prostitusi di eks lokalisasi. Itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kedoknya tempat karaoke, tapi Pemandu Lagi/Pemandu Karaoke (PL/PK) masih memberikan pelayanan prostitusi. Tempat lokalisasi Kebunsuwung (KBS) Kabupaten Pekalongan sudah resmi ditutup dan dilarang sejak 2015. Namun tempat itu belum benar-benar suwung alias kosong. Masih ada segelintir praktik prostitusi di sana yang berkedok tempat karaoke.

Lokalisasi yang berlokasi di Desa Sidomukti, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan itu, berada di wilayah tersembunyi. Lokasinya dikelilingi areal persawahan. Namun tempat ini pernah menjadi primadona pria-pria hidung belang. pada Kamis (22/12) lalu. 

Papan peringatan lokalisasi itu ditutup masih berdiri gagah. Namun tulisannya sudah buram. Berdasarkan informasi warga, meski sudah dilarang dan ditutup, KBS masih ada kehidupan. Walaupun tak seperti dulu. Kini lebih banyak tempat karaoke yang kabarnya hanya sebagai kedok praktik prostitusi. “Kalau pekan-pekan ini sepi. Bahkan mungkin tidak ada yang buka karena ini jelang Natal. Banyak razia,” ucap seorang warga.

Sebut saja SL, 45. Pria ini mengaku, masa mudanya banyak dihabiskan untuk foya-foya di KBS. Ia bahkan mengenal hampir semua PSK di sana. Ia mengatakan, sejak ditutup, KBS tak benar-benar berhenti. Masih berjalan hingga sekarang. Berbentuk tempat hiburan malam atau karaoke. “Tidak sebanyak dulu memang. Itu cuma sisa-sisa. Mereka juga masih butuh penghidupan,” katanya. Itu pun, kata SL, para PSK tidak melayani di tempat karaoke itu. Mereka ke luar dan melayani di hotel-hotel. “Jadi tempat hiburan itu murni untuk karaoke. Kalau ada yang mau, ya PSK minta eksekusinya di luar KBS,” ungkap SL.


SL tak tahu ke mana kini mantan PSK-PSK pergi setelah KBS ditutup. Ia menduga, mereka hengkang  tak jauh dari Pekalongan. “Yang saya kenal dan ketahui, mereka hanya geser-geser sedikit saja,” katanya. Lain halnya dengan Sembir, Kota Salatiga. Sembir dulu pernah diidentikkan sebagai tempat karaoke. Bahkan dulu dikenal sebagai tempat prostitusi. Padahal Sembir merupakah dukuh yang ada di wilayah Kelurahan Bugel. Sementara pusat wisata karaokenya ada di Sarirejo.

Kendati begitu, setelah ada kebijakan penutupan tempat prostitusi, tempat tersebut diubah menjadi tempat wisata karaoke. Total ada 56 rumah karaoke. Namun yang aktif beroperasi sebanyak 45 rumah karaoke. Dari jumlah tersebut, ada 160-200-an perempuan pemandu karaoke (PK). Jumlah itu fluktuatif karena mobilitas tinggi. 

Penghuninya sering keluar masuk. Di tempat ini ada aturan tegas, dilarang berpraktik prostitusi saat berada di tempat karaoke. Salah satu pengelola David Mini1 menuturkan, image sebagai tempat prostitusi di Sarirejo perlahan menghilang. Dirinya pun sekarang mulai merombak room. Bahkan dulu ada kamar mandi dalam, sekarang kamar mandi diubah di luar room. 

Jam kerja PK biasanya mulai dari pukul 13.00 sampai pukul 02.00 dinihari. “Jika ketahuan berpraktik prostitusi, sanksinya berat. Rumah karaoke akan ditutup. PK akan disuruh keluar dari Sarirejo,” imbuh David. Jika beraksi di dalam room, lanjut David, operator akan curiga.

Karena biasanya pengunjung akan meminta mengubah lagu menjadi yang ada suara penyanyinya dan diputarkan full album. “Pengurus paguyuban terus memberikan sosialisasi kepada para pekerja dan pemilik untuk tertib menaati aturan,” tegas dia.

Ia mencontohkan ketegasan pengurus. Pihaknya sudah ada tiga rumah karaoke yang sempat diberikan sanksi penutupan karena melanggar kesepakatan beriklan di media sosial. Soal prostitusi, David menegaskan, jika di Sarirejo tidak ada.

Jika ada yang melakukan, itu di luar wilayahnya, di luar sepengetahuan dan bukan tanggung jawab pengurus. “Selama di dalam Sarirejo, pengawas akan ketat dan tegas,” ujarnya.

 Sementara Alfred Lehurliana, aktifis LSM kesehatan yang mendampingi para PK menuturkan, pihaknya melakukan pemeriksaan rutin. “Mulai Januari sudah ada pemeriksaan menyeluruh,” imbuh dia. Salah satu pengunjung Sarirejo, Dede, 30, mengaku jika dirinya kerap datang untuk berkaraoke. 

Terutama saat ada promo paket yang cukup menggiurkan. Kisaran Rp 300-700 ribu per dua jam. Plus dengan PK pendamping.  “Kami hanya bernyanyi. Kalau ingin plus plus, harus ada kesepakatan dan dieksekusi di luar Sarirejo,” jelasnya. Kesepakatan yang dilakukan, dimulai dengan saling kenal dan jika ada kecocokan, baru mengambil kesepakatan. “Soal bayaran saat minta plus berbeda-beda. Karena harus ada kecocokan dulu,” tuturnya. 

(hum.ry)

Posting Komentar

0 Komentar