Pengusaha Kue di Ponorogo Keluhkan Harga Telur Ayam Naik

 


 

    Ponorogo, tjahayatimoer.net – Sejumlah pengusaha kue di Ponorogo mengeluhkan harga telur ayam yang naik. Mereka turut merasakan dampak dari kenaikan harga telur ayam yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini.

    Kurang lebih dalam dua pekan terakhir, harga telur ayam bisa tembus Rp30 ribu per kilogramnya. Padahal, sebelumnya harga telur di kisaran Rp22-24 ribu per kilogram.

    Dengan kenaikan harga telur tersebut, para pengusaha kue harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk produksi. Ini tentu berdampak pada omset dan pendapatan mereka.

    “Dengan harga telur yang naik akhir-akhir ini, membuat ongkos produksi menjadi bertambah,” kata salah satu produsen kue di Kecamatan Jambon, Ika Nadia, Senin (5/12/2022).

    Meskipun ongkos produksi naik, dia tidak bisa serta merta untuk menaikkan harga kue buatannya. Sebab, sudah ada pesanan dari jauh-jauh hari dan deal di harga sebelum ada kenaikan harga telur ayam seperti sekarang ini. Dengan naiknya harga ongkos produksinya tersebut, membuat dirinya terpaksa tidak menaikan harga kuenya dan hanya mengambil untung sedikit.

    “Harga jual dan ongkos produksi beda tipis, masih untung tapi sedikit. Tidak apa-apa, supaya tidak mengecewakan pelanggan. Kalau dinaikkan tiba-tiba, malah takut pelanggan pergi nanti,” katanya.

    Hal senada juga dirasakan oleh penjual kue lainnya, Emi Atikah dari Kecamatan Babadan. Meski harga telur ayam naik, dia belum bisa menaikan harga kue produksinya.

    Ini lantaran dia terlanjur menggunakan harga lama saat menerima pesanan. Emi tak tahu harga telur akan naik.

    “Ya dari pada kehilangan pelanggan, sementara pakai harga lama dan berharap harga telur ayam kembali turun,” ungkap Emi.

    Harga telur akhir-akhir ini naik sampai menyentuh harga Rp30 ribu per kilogramnya. Menurut Emi, kenaikan harga telur ayam saat ini merupakan yang paling tinggi selama dia berjualan kue.

    “Kalau kayak gini serba nggak tentu, penjualan berkurang, keuntungan berkurang. Padahal harga bahan kue naik,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, sejak pekan terakhir bulan November harga telur ayam di Kabupaten Ponorogo naik. Di Pasar Legi Ponorogo, harga telur ayam terpantau naik sekitar Rp2 ribu sehingga sekarang menjadi Rp 28 ribu per kilogram.

    Dengan naiknya harga telur ayam tersebut, sejumlah pedagang di Pasar Legi mengeluh bahwa omzetnya turun.

    “Naiknya sudah berlangsung kurang lebih 2 minggu terakhir, sekarang harganya menjadi Rp28 ribu per kilogramnya,” kata salah satu pedang telur ayam di Pasar Legi, Basori.

    Basori mengungkapkan paska-kenaikan harga itu, justru omzet penjualan telur ayamnya menurun. Jika sehari sebelum harganya naik, dia bisa menjual telur ayam sebanyak 30 kilogram. Kini setelah harga telur ayam naik, sehari hanya bisa laku sekitar 25 kilogram.

    “Sejak harganya naik, penjualan telur ayamnya malah turun ini,” katanya.

    Basori juga mengungkapkan, telur yang beredar saat ini merupakan kiriman dari luar daerah. Di antaranya dari Kabupaten Blitar atau Kabupaten Tulungagung.

    Hal itu dikarenakan peternak ayam petelur di Kabupaten Ponorogo, jumlahnya tidak sebanyak di daerah lain. Nampaknya, peternak lokal belum mencukupi kebutuhan di Ponorogo.

    “Mungkin jelang Natal dan Tahun Baru, permintaan telur ayam meningkat,” katanya.

    Sementara itu, Erna Aminin salah satu pembeli ayam petelur mengakui bahwa harga mengalami naik. Meski begitu dia tetap membelinya kendati mengurangi jumlah pembelinya.

    Sebelum naik dia biasa membeli minimal 1 kilogram. Tetapi kini dikurangi menjadi 0,5 kilogram.

    “Ya tetap beli walau harganya naik. Soalnya anak senang sekali kalau makan lauknya telur ayam. Ini belinya dikurangi, biasanya sekali beli 1 kilogram, kini hanya 0,5 kilogram,” katanya.

    Baik pedagang maupun pembeli berharap harga telur ayam kembali turun ke harga biasanya. Supaya tidak memberatkan konsumen telur ayam dari rumah tangga. Selain itu, juga untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

    “Kadang ada pembeli yang minta telur ayam retak tapi masih layak konsumsi. Biasanya harganya lebih miring, kalau tidak ada telur ayam retak, mereka (pembeli) tidak jadi beli,” pungkas Basori. (red.lf)

Posting Komentar

0 Komentar