TULUNGAGUNG, Tjahayatimoer.net (23/12/2022) - Kematian Afifta Kharismaningrum (AK), warga Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, sejauh ini masih menjadi teka-teki besar. Polisi belum menemukan jejak pelaku yang diduga tega menghabisi nyawa gadis 24 tahun itu.
Yang jelas, dari hasil otopsi pada Senin (19/12) malam, diketahui terdapat 10 tusukan pada tubuh gadis yang belum lama menyandang gelar sarjana itu. Di antaranya, pada bagian dada sebelah kiri, punggung, leher, dan tangan kiri. Tusukan pada bagian dada dilakukan secara bertubi-tubi atau berulang kali.
’’Penyebab kematian AK karena asfiksia. Yakni, kadar oksigen dalam tubuh korban berkurang. Itu lantaran ada tusukan di paru-paru dan dimungkinkan ditusuk pada bagian dada atau punggung,” ujar Kasatreskrim Polres Tulungagung AKP Agung Kurnia Putra, kemarin (20/12).
Namun, dari hasil pemeriksaan luar korban, tidak ditemukan ada tanda-tanda kekerasan seksual. Tidak didapati luka pada bagian genital korban. ‘’Kami ingin memastikan lebih dalam terkait hal itu sehingga masih harus menunggu hasil iritasi kemaluan korban selama satu minggu,” ungkap Agung.
Hingga kini, polisi masih belum bisa memastikan motif dari pelaku. Apakah dendam atau hal lain. Ada kemungkinkan, pelaku dan korban sudah saling mengenal. Dicurigai ada hal yang memantik pelaku melakukan tindakan sekeji itu pada korban.
Petugas juga mendapat bukti. Sebenarnya, korban memiliki dua alat komunikasi. Hanya, saat dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), petugas hanya mendapati satu ponsel. Diduga, ponsel milik korban yang lain diambil pelaku.
“Saksi yang telah kami periksa sebanyak enam hingga tujuh orang, dari keluarga hingga teman-teman dari korban. Namun, belum ada yang menunjukan tanda-tanda pelaku,” pungkasnya.
Sementara itu, melihat luka tusuk pada korban, Agung mengarahkan Unit Inafis Polres Tulungagung untuk mencari senjata tajam (sajam) di sekitar lokasi kejadian. Mereka mencari di seluruh bagian halaman belakang rumah korban yang luasnya sekitar 10×6 meter itu.
Tim unit Inafis menghabiskan waktu sekitar satu jam untuk mencari sajam dengan mengelilingi sekitar rumah korban. Tidak hanya itu, mereka juga mencari ponsel yang hilang dengan memelototi semua sudut rumah korban. Sayangnya, petugas hanya menemukan barang bukti berupa dusbook ponsel merek Vivo, di dalam kamar korban.
Sebelumnya, warga Desa Junjung, Sumbergempol, pada Senin (19/12) pagi digegerkan dengan kabar tewasnya AK. Di TKP, diitemukan sejumlah luka pada bagian tubuhnya dan cecaran darah. ‘’Bapaknya sebagai ketua rukun warga (RW) daerah setempat. AK di rumah sendiri semenjak ibunya meninggal sekitar satu tahun lalu,” kata Wirawan, sekretaris Desa Junjung.
Korban baru lulus kuliah. Beberapa warga menyebut, selama ini keluarga korban tidak memiliki permasalahan dengan pihak luar. Apalagi lapor dengan pihak desa. Saat kejadian, tetangganya tidak ada yang mengetahui. Tidak terdengar sesuatu atau suara mencurigakan.
Keluarga Korban Sangat Terpukul
Suasana duka masih menyelimuti keluarga AK. Beberapa orang terlihat melayat di rumah duka hingga Selasa (20/12) siang. Bapak korban mengaku sempat menghapus bercak darah putrinya tersebut di lantai, sebelum polisi datang. Sebab, dia tidak menduga anaknya dibunuh.
Bapak dan kakak perempuan korban terlihat tegar ketika menyalami para tamu yang melayat ke rumahnya. Beberapa kali berusaha menceritakan kronologi kejadian yang menimpa AK kepada orang menemuinya.
“Saya Minggu (18/12), pukul 22.30 WIB, menawarkan makanan kepada AK yang mengaku belum makan. Lalu, saya pergi membelikan ayam bakar dan bilang kepada AK bila makanan ditaruh di lemari,” ujar Didik, bapak korban.
Setelah membelikan makanan untuk anaknya, Didik kembali pulang ke rumahnya yang berada di samping rumah korban. Didik mengaku kembali ke rumah untuk menonton sepak bola di televisi hingga Senin dini hari.
Saat Subuh, Didik sempat mengetuk pintu kamar korban. Maunya diajak salat Subuh berjamaah. Kebiasaan itu rutin mereka lakukan. Namun, ternyata tidak ada respons dari buah hatinya. Didik pun ingat bila saat itu korban masih dalam berhalangan untuk ibadah salat. Dia pun berlalu pergi.
“Ketika ketuk pintu tidak ada respons itu masih belum timbul kecurigaan. Setelah salat, saya bersih-bersih halaman rumah. Pukul 06.00 WIB, saat hendak pergi ke tegal, biasanya pamit kepada AK. Karena bila pergi keluar rumah, putri saya pasti marah,” terang Didik.
Didik langsung menuju kamar korban. Karena saat Subuh diketuk pintunya tidak direspon, dia langsung membukanya. Pintu kamar AK tidak dikunci. Betapa kagetnya saat masuk kamar, Didik melihat jenazah korban tergeletak. Bersimbah darah. Dia langsung menelepon anak pertamanya, yang tinggal di Malang. Meminta bantuan pertolongan rumah sakit.
Namun, seusai menemukan putrinya meninggal dunia dengan banyak darah di tubuhnya, bapak 55 tahun itu masih berpikiran positif. Dia mengira darah muncul dari muntahan korban atau akibat darah menstruasinya. Dia baru sadar bila AK ternyata korban pembunuhan ketika Unit Inafis Polres Tulungagung datang untuk olah tempat kejadian perkara (TKP).
“Sebenarnya, saya juga melihat dan menemukan bercak darah di lantai. Namun, saya bersihkan lantaran berpikir bila bukan disebabkan pembunuhan. Apalagi seprei korban warna hitam, tidak terlalu terlihat darah. Namun ketika saya periksa, ada luka di lengan kirinya,” jelasnya.
Saat itu, tempat tidur di kamar korban berantakan. Didik pun menganggap itu hal wajar. Sebab, putrinya sering berpindah posisi tidur. Ketika mengecek kamar mandi, ada empat genteng yang lepas atau kondisi terbuka. Didik masih berpikiran positif. Mungkin lubang genteng itu kejatuhan sesuatu benda. Belakangan, genteng tersebut diduga sebagai tempat untuk jalan masuk pelaku pembunuhan.
Menurut Didik, genteng yang terlepas itu kecil ukurannya. Kerangkanya juga patah. Bisa muat untuk masuk satu orang yang badannya berukuran kecil. Karena itu, diperkiraka pelaku memiliki ciri-ciri tubuh kecil. “Saya banyak kenangan dengan korban, apalagi dia baru bisa masak untuk memanjakan bapaknya,’’ ujarnya sambil mengusap air mata.
Didik tidak habis pikir apa salah anaknya hingga tewas dengan kondisi mengenaskan. Padahal, AK termasuk orang ramah.
Sementara itu, IM, kakak perempuan korban, menerangkan bila keluarga belum bisa masuk rumahnya atau lokasi kejadian. Sebab, masih dikelilingi garis polisi. Mereka hanya bisa mengambil pakaian dengan seizin aparat. Dia mengungkapkan, adiknya memang dikenal pendiam. Jarang bercerita kepadanya. IM pun tidak tahu adiknya memiliki teman dekat atau tidak.
Yang jelas, lanjut dia, beberapa kali teman korban bermain di rumahnya. Namun, tidaklah sering. ‘’AK itu ceria, meskipun telah berumur 24 tahun, kelakuannya masih seperti anak kecil,’’ ungkapnya.
IM mengaku berkomunikasi terakhir dengan korban pada Minggu (18/12) pagi. Melalui video call, saling menanyakan kabar dan tanya tentang masakan. Adapun pertemuan terakhir, pada Kamis (15/12) lalu. ’’Saat saya hendak berangkat ke Malang dengan diantar ayah dan AK,” ungkap IM.
Selama ini, korban di rumah sendiri. Di rumah hanya ada tiga kamar. Satu kamar untuk gudang, di bangunan yang warna hijau itu. Adapun Didik, sang bapak, menempati rumah kecil di sisi barat rumah yang ditempati korban. Dalam keseharian, AK masih menganggur di rumah. Korban baru lulus kuliah. Seharusnya, mulai Senin (19/12) kemarin kerja di tempat fotokopi.
IM menambahkan, adiknya jarang sekali keluar rumah. Tidak bisa mengendarai motor. Jika korban ingin keluar kemana pun, harus diantar sang bapak atau dirinya. Karena itu, tentu jarang bertemu orang luar. Dia pun tidak menaruh curiga kepada siapapun. Apalagi adiknya jarang bercerita. Keluarganya menyerahkan semua permasalahan yang menimpa AK ke pihak kepolisian.
IM dan bapaknya berharap, kasus ini bisa segera diungkap. Baik pelakunya, motifnya, hingga mendapatkan hukuman seadil-adilnya.
(hum.ry)
0 Komentar