BMKG Prediksi Cuaca Indonesia Lebih Kering di 2023.



JOGJAKARTA, Tjahayatimoer.net (13/12/2022)  – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi Indonesia akan mengalami El Nino pada 2023. Fenomena ini menyebabkan kemarau panjang atau mundurnya musim penghujan. Indikasi ini mengacu pada tiga tahun berturut-turut terjadinya La Nina di Indonesia.

Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Supari menuturkan prakiraan ini mengacu pada data cuaca selama tiga tahun terakhir. Indonesia mengalami peningkatan curah hujan akibat La Nina. Dari data sebelumnya, kondisi ini hanya terjadi tiga tahun berturut-turut.

“Tahun depan diprediksi tidak basah, kenapa pertama dari statistik selama 70 tahun terakhir belum pernah terjadi kejadian La Nina 4 tahun berturut turut. Maksimal 3 tahun, ini sudah tahun ketiga sehingga peluang kecil terjadi La Nina tahun depan,” jelasnya ditemui dalam kegiatan seminar Konservasi Lahan Gambut dan Mangrove di Hotel Kimaya by Haris Jogjakarta, Selasa (13/12). 

Pemodelan ini, lanjutnya, dapat memprediksi cuaca di Indonesia pada 2023. Peluang terbesar adalah berangsur ke kondisi netral. Imbasnya adalah curah hujan cenderung turun dibanding tiga tahun terakhir.

Dampak dari fenomena ini adalah meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Supari memprediksi potensi dan luasan karhutla bisa lebih besar dibanding 2020 dang 2021. Ini karena cuaca cenderung kering dan panas.

“Kita perlu waspadai potensi karhutla yang lebih besar dibanding 2020 – 2021. Kalau ditanya kekeringannya merata atau tidak, yang perlu kita waspadai yang daerah yang menjadi spot – spot karhutla diantarnya pulau Sumatera dan pulau Kalimantan,” katanya.

Supari mencontohkan data karhutla saat kondisi netral, La Nina dan El Nino. Kondisi netral terjadi pada medio 2016 sampai 2018. Kala itu karhutla di Sumatera mencapai 1.000 titik. Sementara di Kalimantan mencapai 2.300 titik.

Saat kondisi La Nina atau tiga tahun terakhir terjadi penurunan. Tercatat muncul 600 titik karhutla di Sumatera. Untuk pantauan di Pulau Kalimantaan muncul 1.600 titik karhutla.

“Menunjukan tahun basah turun, atau tahun depan menunjukan kemungkinan lebih besar. Ini yang perlu diwaspadai bersama,” ujarnya.

Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono Prawiraatmaja membenarkan potensi tinggi karhutla pada 2023. Akibat kondisi cuaca dan lahan yang terlampau kering. Ini berdasarkan permodelan yang dilakukan oleh BMKG atas potensi El Nino.

Fokus antisipasi terjadinya karhutla adalah di Riau dan Kalimantan Barat. Hartono memaparkan kedua provinsi dini kerap terjadi anomali cuaca. Saat wilayah lain terjadi hujan, kedua provinsi ini justru bercuaca kering.

“Anomali di dua provinsi ini sudah berulang kali terjadi, berujung kebakaran. Itulah mengapa lalu Presiden memerintahkan kepada kita, pemerintah provinsi dan masyarakat untuk menambah restorasi lahan gambut hingga 2024 seluas 1 juta hektar,” katanya.

Upaya restorasi lahan gambut sudah berlangsung sejak 2016. Diawali dengan perbaikan infrastruktur penunjang. Diimbangi pula dengan sosialisasi dan edukasi pencegahan karhutla di tingkat desa. 

“Restorasi gambut yang kita lakukan pada dasarnya upaya jangka panjang kita agar gambut yang merupakan sumber daya alam bisa kita kelola dengan sebaik-baiknya, kita manfaatkan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan,” ujarnya. (hum.ry)

Posting Komentar

0 Komentar