Bayi Tanpa Tempurung Kepala di Ponorogo Dirujuk ke RSUD Madiun

 



Ponorogo, tjahayatimoer.net – Tiara Maleeha Robbani, bayi berumur 3 bulan yang tidak memiliki tempurung kepala akhirnya mendapatkan perawatan medis. Saat ini, putri pertama pasangan Maya Mujayani dan Tulus Heri Siswono, warga Desa Karangan Kecamatan Badegan Ponorogo itu, dirujuk ke RSUD dr. Sudono Madiun. Sebelumnya, bayi Tiara dibawa ke RSUD dr Harjono Ponorogo, namun karena tidak bisa menangani, akhirnya dirujuk ke rumah sakit yang berada di Kota Madiun tersebut.


“Atas temuan bayi yang tak memiliki tempurung kepala di Kecamatan Badegan, langsung kita tindaklanjuti dengan membawa ke poli bedah dan anak RSUD dr. Harjono Ponorogo,” kata Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Ponorogo, Supriyadi, Jumat (30/12/2022).


Tiara dibawa ke rumah sakit, setelah kedua orangtuanya mengizinkan. Dinsos P3A Kabupaten Ponorogo pun, kata Supriyadi juga melakukan koordinasi dengan Kemensos. Pun Balai Kartini Temanggung juga ke Ponorogo untuk mengetahui kondisi sang bayi. Menurut keterangan dokter, kondisi Tiara bagus. Namun, dari pihak RSUD dr. Harjono mensarankan untuk dirujuk ke Madiun.


“Menurut keterangan dokter kondisinya bagus, tapi disarankan dirujuk ke rumah sakit Madiun,” katanya.


Bayi Tiara sudah memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dari hasil koordinasi dengan pihak rumah sakit dan BPJS Kesehatan, memang ada yang tercover dan tidak tercover oleh BPJS Kesehatan. Sehingga Supriyadi berjanji akan mengusahakan dan berkomunikasi dengan Kemensos.


“Meski sudah punya KIS, tetapi juga ada yang tidak tercover. Orangtuanya juga perlu operasional, ini juga sudah kita komunikasikan ke Kemensos,” pungkasnya.


Untuk diketahui sebelumnya, Tiara Maleeha Rabbani, putri pertama warga Desa Karangan Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo itu, memiliki benjolan di kepalanya. Benjolan itu ada sejak bayi itu lahir, hingga kini berusia tiga bulan. Diperkirakan bayi itu tidak memiliki tempurung kepala, sehingga mengakibatkan terdapat benjolan dan hanya dilindungi oleh kulit kepala saja.


Selain kelainan di bagian kepala, Tiara panggilan bayi tersebut, juga tidak memiliki hidung yang sempurna. Seperti tidak memiliki tulang hidung, sehingga lubang hidung posisinya ke atas. Dengan kondisi benjolan yang lebih dari segenggaman tangan orang dewas, selama ini, Maya belum mampu untuk menggendong bayi tersebut. Selama yang berani menggendong adalah neneknya Tiara.


“Selama ini yang berani menggendong ibuk, saya belum berani menggendong karena masih takut,” ungkap Maya Mujayani.


Maya menceritakan bahwa selama masa kehamilan Ia tidak merasa ada keanehan. Dirinya pun juga rutin periksa ke bidan maupun dokter kandungan. Nah, saat periksa di salah satu dokter kandungan di Kabupaten Ponorogo, saat itu usia 7 bulan, sang dokter mengatakan bahwa bayinya yang ada di kandungan ada kelainan.


“Selesai diperiksa dan di-USG, dokter mengatakan ada kelainan, tidak punya batok kepala. Dokter menyarankan untuk segera di operasi untuk dikeluarkan,” katanya.


Karena merasa dirinya baik-baik saja, Maya tidak menyetujui operasi caesar tersebut, sebab dirinya kepingin bayinya lahir normal. Akhirnya, Maya menunggu hingga 9 bulan, dan saat kelahiran itupun tiba. Saat itu dirinya dan keluarga menuju ke bidan desa, namun karena belum juga ada pembukaan, akhirnya bidan itu merujuk ke salah satu rumah sakit swasta di bumi reog.


“Ya akhirnya dioperasi caesar di rumah sakit itu,” katanya.


Pasca kelahiran itupun, Maya tidak diberi tahu. Hanya pihak rumah sakit memberitahu suaminya, bahwa bayi itu ada kelainan. Sehingga bayi itu dirujuk ke RSUD dr. Harjono Ponorogo, untuk menstabilkan dulu. Baru setelah dirawat selama 22 hari di rumah sakit plat merah itu, bayi Tiara diperbolehkan pulang.


“Saya diperbolehkan pulang, tetapi bayi dirujuk ke RSUD, katanya peralatannya lebih lengkap dan anak saya ada kelainan,” katanya.


Melihat kondisi Tiara yang seperti itu, Maya dan keluarganya berkonsultasi dengan dokter. Dokter merekomendasikan bayi itu untuk dioperasi. Namun, tidak bisa dilakukan di Kabupaten Ponorogo, harus di rumah sakit yang besar dan di luar Kabupaten Ponorogo. Selain itu, dokter juga menyebut bahwa kemungkinan hidupnya juga tidak lama.


“Disuruh ke klinik atau rumah sakit di Jakarta dan disuruh operasi. Tetapi dokter juga bilang kemungkinan hidupnya juga tidak lama,” katanya.


Mendapati pernyataan seperti itu, Maya dan suami setelah berunding dengan keluarga, akhirnya pasrah dirawat di rumah semampunya. Dia ingin anaknya lebih besar dulu sebelum ada tindakan medis. Selain itu pertimbangan akamodasi biaya untuk perawatan di rumah sakit luar daerah juga menjadi pertimbangan. Sebab, suaminya juga hanya tukang bakso.


“Saat bayi dirujuk di RSUD itu, langsung dibuatkan KIS. Sehingga waktu disana tidak bayar,” katanya.


Maya juga berharap bayinya tetap sehat dan sembuh seperti anak-anak yang lain. Kalau memang pertimbangan medis, lebih baik dioperasi, Dia juga tidak apa-apa. 

(hum.ry)

Posting Komentar

0 Komentar