Surabaya, tjahayatimoer.net – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Rachmansyah dari Kejaksaan Negeri Surabaya menuntut pidana penjara selama lima tahun pada Ferri Jocom, terdakwa kasus penjualan barang sitaan Satpol PP Kota Surabaya. Tuntutan dibacakan di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Rabu (16/11/2022). Selain hukuman badan, mantan Kabid Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Surabaya ini juga diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam berkas tuntutannya, JPU menyatakan terdakwa Ferri Jocom terbukti melanggar pasal 10 huruf a jo pasal 15 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Menuntut pidana penjara selama 5 tahun,”kata JPU Nur Rachmansyah.
Selain hukuman badan terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 100 juta. “Dengan ketentuan jika tidak dibayar diganti pidana kurungan penjara selama 6 bulan,”tegas jaksa Nur saat membacakan tuntutan terdakwa.
Atas tuntutan itu, ketua majelis hakim AA Gede Agung Parnata menanyakan kepada Ferri Jocom apakah akan mengajukan pembelaan sendiri atau melalui penasihat hukumnya. “Untuk pledoi, terdakwa mengajukan sendiri atau disampaikan penasihat hukumnya,” tanya Agung dan dijawab Ferri Jocom akan diserahkan kepada penasihat hukumnya.
Sementara itu, Iwan Harimurti, penasihat hukum mengatakan, tuntutan JPU tersebut tak memiliki dasar. “Saya pikir tuntutan itu sudah tidak memiliki dasar karena secara eksplisit di dalam dakwaan jaksa sudah menyatakan bahwa itu bukan barang sitaan negara, ada di dalam dakwaannya tersebut,” jelasnya.
Artinya, tambah Iwan Harimurti, kalau ini bukan barang sitaan negara bukan merupakan kerugian negara, makanya jaksa menerapkan pasal 10.
“Pasal 10 ini kan sebetulnya pasal yang tidak bisa berdiri sendiri, harus ada pembuktian dulu di dalam tindak pidana korupsinya. Nah, sedangkan dalam proses persidangan pemeriksaan saksi-saksi tidak ada bukti bahwa ini merupakan barang negara punya, barang barang sitaan Perda ini juga tidak jelas apakah nanti akan dilelang tidak ada aturannya,” pungkas Iwan Harimurti.
Untuk diketahui dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa terdakwa sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Surabaya yang diberi tugas sebagai Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Surabaya dengan sengaja menjual barang hasil (sitaan) penegakan peraturan daerah yang disimpan di Gudang Satpol PP Kota Surabaya di Jl Tanjungsari No 11-15 Surabaya. Telah menjual barang hasil penegakan peraturan daerah dilakukan pada 17 Mei 2022 sampai dengan 23 Mei 2022.
Aksi terdakwa menjual barang sitaan dilakukan dengan modus operandi yakni penyalahgunaan wewenang jabatan (abuse of power) yang dimilikinya. Sehingga dengan wewenang tersebut dipergunakan untuk memperdaya dan menggerakkan orang lain baik itu bawahannya ataupun pihak ketiga.
Terdakwa menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Surabaya.
Aksi terdakwa dilakukan dengan modus menyuruh saksi Sunadi alias Cak Sup, saksi Yateno alias Yatno, saksi Mohammad S Hanjaya alias Abah Yaya, dan saksi Slamet Sugianto alias Sugi untuk mencarikan pembeli.
Dengan alasan pembersihan dan dilakukan pemasangan paving, sehingga barang sitaan yang berada di gudang Satpol PP akan dikeluarkan semua. Namun ternyata empat saksi tersebut gagal mendapatkan pembeli seperti yang diinginkan terdakwa. Kemudian terdakwa bertemu saksi Abdul Rahman dan menyepakati jual beli seharga Rp 500 juta untuk seluruh barang sitaan yang berada di gudang Satpol PP.
Atas dasar kesepakatan tersebut saksi Abdul Rahman memilah dan mengangkut besi-besi dengan menggunakan dua truk, yang kemudian dijual ke PT Raksa dengan harga Rp 45 juta. (red.Ad)
0 Komentar