Sumenep, tjahayatimoer.net - Tak ada yang menyangka, peristiwa suka cita menyambut kerabat yang pulang umrah, harus berakhir dengan tragis. Nasib nahas menghampiri Kamsidin (60). Warga Dusun Gunung Ettung, Desa Candi, Dungkek, Sumenep ini tewas usai terkena ledakan petasan.
Padahal, pertunjukan petasan ini menjadi salah satu tradisi saat menyambut kerabat yang pulang dari Tanah Suci. Nahas, petasan meledak hingga menewaskan Kamsidin.Peristiwa ini terjadi di Desa Banuaju Barat, Kecamatan Batang-batang, Sumenep pada Sabtu (1/10) pagi. Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti mengatakan, kejadian ini berawal ketika korban hendak menyambut kedatangan saudaranya yang bernama Hazam. Saat itu, Hazam baru pulang umrah.
"Sekira pukul 08.00 WIB korban berangkat dari rumahnya untuk menyambut kedatangan umrah saudaranya bernama Hazam," kata Widiarti, Sabtu (01/10/2022).
Ketika rombongan umrah datang, korban langsung menyalakan petasan. Petasan yang digunakan ini semacam meriam bambu. Widiarti menyebut, Kamsidin sudah mempersiapkan sendiri petasan ini di sebelah timur rumah Hazam.
Widiarti mengatakan, awalnya meriam bambu ini sempat meledak sebanyak empat kali. Namun, petasan tersebut tak kunjung meledak kembali. Kamsidin pun menduga meriam bambu tersebut mati sumbu.
Setelah itu, Kamsidin bermaksud memeriksanya. Ia penasaran mengapa petasan ini tidak meledak. Namun saat diintip, petasan tersebut tiba-tiba meledak hingga mengenai tubuh korban. Kamsidin pun tewas seketika. Ia mengalami luka bakar di perut sampai kepala.
"Setelah tiga atau empat kali ledakan dan untuk ledakan selanjutnya diperkirakan petasan tersebut mati sumbu, sehingga dicek oleh korban dan petasan tersebut tiba-tiba langsung meledak sehingga mengakibatkan korban mengalami luka bakar pada bagian perut, dada serta kepala korban," kata Widiarti.
Hal ini juga diungkapkan warga setempat, Mashudi (35). Ia menceritakan, peristiwa ini bermula saat korban menyalakan petasan berbentuk meriam bambu di sebuah kebun. Karena tak kunjung menyala, Kamsidin mencoba mengintip lubang di meriam tersebut.
Nahas, petasan tradisional ini meledak hingga mengenai tubuh Kamsidin. Akhirnya, tubuh pria ini pun terbakar api hingga gosong. Ia langsung tewas di lokasi. Mashudi mengatakan, korban terkena ledakan tepat di depan lubang meriam bambu tersebut. Sehingga, ledakan apinya mengenai korban.
"Meriam bambunya itu katanya tidak meledak, kemudian dilihat mau diperiksa oleh korban ternyata langsung meledak mengenai tubuh korban," kata Mashudi.
Ternyata, tradisi ini memang sudah ada sejak lama. Salah satu budayawan Sumenep, Ibnu Hajar menyebut, sebenarnya tradisi menyambut orang datang haji dan umrah itu bukan merupakan budaya baru di masyarakat pinggiran. Namun, hal ini bukan merupakan tradisi asli masyarakat Madura.
"Setelah tiga atau empat kali ledakan dan untuk ledakan selanjutnya diperkirakan petasan tersebut mati sumbu, sehingga dicek oleh korban dan petasan tersebut tiba-tiba langsung meledak sehingga mengakibatkan korban mengalami luka bakar pada bagian perut, dada serta kepala korban," kata Widiarti.
Hal ini juga diungkapkan warga setempat, Mashudi (35). Ia menceritakan, peristiwa ini bermula saat korban menyalakan petasan berbentuk meriam bambu di sebuah kebun. Karena tak kunjung menyala, Kamsidin mencoba mengintip lubang di meriam tersebut.
Nahas, petasan tradisional ini meledak hingga mengenai tubuh Kamsidin. Akhirnya, tubuh pria ini pun terbakar api hingga gosong. Ia langsung tewas di lokasi. Mashudi mengatakan, korban terkena ledakan tepat di depan lubang meriam bambu tersebut. Sehingga, ledakan apinya mengenai korban.
"Meriam bambunya itu katanya tidak meledak, kemudian dilihat mau diperiksa oleh korban ternyata langsung meledak mengenai tubuh korban," kata Mashudi.
Ternyata, tradisi ini memang sudah ada sejak lama. Salah satu budayawan Sumenep, Ibnu Hajar menyebut, sebenarnya tradisi menyambut orang datang haji dan umrah itu bukan merupakan budaya baru di masyarakat pinggiran. Namun, hal ini bukan merupakan tradisi asli masyarakat Madura.
"Jadi menyambut orang datang haji atau umrah, kedatangan mempelai pengantin juga ada tradisinya, ini dipengaruhi oleh tradisi China, bukan budaya Madura asli," ungkap Ibnu.
Warga setempat, Rusdiono (34) menyebut tradisi ini memang kerap dilakukan warga saat ada acara penting. Tak hanya saat menyambut kerabat sepulang umrah hingga haji, namun tradisi ini juga digelar saat pesta pernikahan.
"Setiap ada keramaian seperti kedatangan haji, kedatangan umrah dan pesta pernikahan pasti ada penyambutan dengan petasan, meriam bambu kalau di desa disebut beddhil," ungkap Rusdiono, Sabtu (1/10/2022).
0 Komentar