Ngawi, tjahayatimoer.net –
Seorang gadis dibawah umur sebut saja Bunga menjadi korban aksi bejat oleh
seorang pria warga Desa Beran Kecamatan dan Kabupaten Ngawi yang mengaku
sebagai ahli spiritual.
Dalam melancarkan aksinya, tersangka JKI (46)
yang hanya berpendidikan hingga Sekolah Dasar berdalih kepada keluarga korban
hendak membersihkan diri korban dari aura negatif serta hendak membai’at korban
agar selamat dari segala gangguan makhluk halus.
Hal tersebut seperti disampaikan oleh Kapolres
Ngawi AKBP Dwiasi Wiyatputera, S.H., S.I.K., M.H. ketika menggelar konferensi
pers di Mapolsek Ngawi Kota terkait ungkap kasus pencabulan anak dibawah umur
kemarin, Selasa (26/7/2022).
Menurut AKBP Dwiasi Wiyatputera, dalam
melancarkan aksinya, tersangka JKI menggunakan bujuk rayu dan ancaman kepada
korban serta menggunakan agama sebagai kedok agar korban percaya dan mau
disetubuhi oleh tersangka tanpa ada perlawanan.
“Tersangka JKI merupakan orang kepercayaan keluarga
korban dan sudah dianggap sebagai guru spiritual keluarga korban,” ungkap
AKBP Dwiasi Wiyatputera dihadapan awak media.
AKBP Dwiasi Wiyatputera mengatakan, dalam
pengakuannya tersangka JKI mulai mengenal korban pada awal Februari 2020 karena
keluarga korban sering meminta bantuan tersangka untuk pengobatan alternatif
dan gangguan ghaib yang dialami keluarga korban.
“Pada saat itu ayah korban menderita sakit dan
setelah diobati dengan cara alternatif oleh tersangka, ayah korban mulai
berangsur sembuh. Semenjak saat itu korban dan tersangka mulai akrab dan korban
sudah menganggap tersangka sebagai bapaknya sendiri,” terang AKBP Dwiasi
Wiyatputera.
AKBP Dwiasi Wiyatputera menambahkan, hingga
pada bulan Juni 2020 pukul 23.00 WIB tersangka datang ke rumah korban dengan
maksud untuk memberikan amalan kepada bapak dan Ibu korban yang harus diamalkan
di luar rumah, karena sudah percaya dengan tersangka maka bapak dan ibu korban
menuruti semua perintah tersangka dan meninggalkan korban sendiri di rumah bersama
tersangka.
“Pada saat itulah, tersangka melancarkan
aksinya dengan memasuki kamar korban, kemudian membujuk korban dan mengatakan
akan membersihkan aura negatif di tubuh korban (akan di Bai’at) dengan syarat
korban harus melepaskan semua pakaianya dan menuruti semua permintaan dari
tersangka,” ujar AKBP Dwiasi Wiyatputera.
Selain itu, AKBP Dwiasi Wiyatputera menyebut,
tersangka juga menyumpah korban bahwa akan selalu menuruti semua kemauan
tersangka tanpa ada perlawanan dan tidak boleh menceritakan kepada siapapun
tentang perbuatan tersangka kepada korban tersebut.
“Tersangka mengancam, apabila korban melanggar
maka korban akan celaka dan akan menemui kematian. Karena ketakutan maka korban
menuruti semua kemauan pelaku bahkan saat tersangka menyetubuhi korban untuk
pertama kalinya di rumah korban tersebut,” jelas AKBP Dwiasi Wiyatputera.
Setelah kejadian pertama tersebut, AKBP Dwiasi
Wiyatputera melanjutkan, tersangka merasa ketagihan sehingga terus mengulangi
perbuatan menyetubuhi korban dengan dalih dan alasan yang sama yaitu hendak
membersihkan diri korban sampai perbuatan tersangka tersebut berjalan kurang
lebih 2 tahun sehingga korban mengalami kehamilan dengan usia kandungan kurang
lebih 5 bulan.
“Tersangka menyetubuhi korban pertama kali
saat usia korban masih 17 tahun dan hal tersebut terus dilakukan secara
berlanjut – berulang kali sampai saat ini korban berusia 19 tahun dengan total
persetebuhan kurang lebih 200 kali selama kurun waktu tersebut,” ucap AKBP
Dwiasi Wiyatputera.
Masih menurut AKBP Dwiasi Wiyatputera, korban
selama ini tidak menceritakan kejadian yang dialaminya karena takut akan
ancaman tersangka, hingga setelah korban hamil selanjutnya korban menceritakan
semuanya kepada orang tua korban dan kejadian tersebut selanjutnya dilaporkan
ke Polsek Ngawi guna proses hukum lebih lanjut.
Lebih lanjut, AKBP Dwiasi Wiyatputera
menerangkan, dari hasil pendalaman penyidik Polsek Ngawi, diduga prilaku
menyimpang tersangka tersebut juga dilakukan kepada puluhan anak dibawah umur,
namun hingga saat ini belum ada korban lain yang melapor ke Polri.
“Untuk itu Satreskrim Ngawi membuka Hotline
khusus pusat pengaduan kasus pencabulan sehingga dapat segera tertangani,
dengan nomor 085161847080,” tandas AKBP Dwiasi Wiyatputera.
Untuk tindak lanjut berikutnya dalam upaya
pencegahan maraknya kejadian persetubuhan terhadap anak, Kapolres Dwiasi
Wiyatputera menegaskan, pihaknya akan membentuk Satgas perlindungan perempuan
dan anak untuk mencegah dan menangani maraknya kasus pencabulan dengan
melibatkan Unsur Polri dan pihak terkait seperti Kejaksaan, Dinas Pendidikan,
Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas PPA Kabupaten Ngawi.
“Saya mengajak kepada seluruh masyarakat Ngawi
untuk bersama-sama menentang terjadinya aksi pencabulan terhadap anak,” tutup
orang nomor satu di Polres Ngawi ini.
Atas perbuatannya, Penyidik Polsek Ngawi
menyangkakan tersangka JKI dengan Pasal 76D Jo 81 atau Pasal 76E Jo pasal 82
UURI No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 tahun 2016 tentang
perubahan kedua atas UURI No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi
undang- undang. Pasal 76D : “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain”.
Pasal 76E : “Setiap orang dilarang melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul.
Tersangka JKI diancam hukuman, sanksi
berupa pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp 5 milyar. (hum.en)
0 Komentar