Surabaya, tjahayatimoer.net - Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia daerah Jawa Timur menganjurkan penggunaan puyer bagi anak untuk sementara waktu. Anjuran itu telah disampaikan kepada seluruh apotek se-Jatim.
"Untuk amannya, puyer jadi alternatif, tapi tidak semua sirup berbahaya," ujar Ketua Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia daerah Jawa Timur Sugiyartono saat konferensi pers di Kantor Dinkes Jatim, Jumat (21/10/2022).Sugiyartono menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan BPOM dan Dinkes Jatim. Menurut Sugiyartono, selama ini para apoteker di Jatim masih punya cara yang aman bagi masyarakat.
"Saya kira, teman-teman apoteker punya ramuannya (racikan/puyer)," ujarnya.
Sugiyartono memastikan tak ada sanksi khusus atau penindakan bila masih ada temuan apotek yang masih menjual obat jenis sirup atau cair di setiap apotek. Namun, ia menyatakan,para apoteker wajib mengikuti petunjuk dan regulasi dari pemerintah.
"Sirup itu kan ada yang obat bebas, selama masih ada kejadian seperti ini (gagal ginjal akut), kita terus menerus mengimbau kepada semua apoteker untuk melindungi masyarakat dan mengikuti petunjuk pemerintah, saya kira pemerintah juga tidak akan menunda, begitu ada data akan disampaikan pada IAI dan apoteker," tuturnya.
Soal sanksi sendiri, ia menegaskan tak ada sanksi khusus. Menurutnya, apoteker, asisten apoteker, maupun pengusaha apotek bakal enggan berbisnis kefarmasian bila hal tersebut dilakukan.
"Kita tidak akan ke sana (beri sanksi), kasihan nanti tidak ada yang mau buka apotek, kita lakukan pendekatan edukatif dan persuasif," katanya.
Hal senada disampaikan Kadinkes Jatim Erwin Ashta Triyono. Menurut Erwin, selama ini masih ada 5 temuan obat sirup yang dilarang dan terdapat kandungan DEG/EG.
"Sejauh ini, kurang lebih baru 5," ujar dia.
Pada prinsipnya, sambung Erwin, sistem surveillance tengah disosialisasikan pihaknya. Bila menemukan kasus serupa, ia meminta masyarakat segera melaporkan.
"Segera melapor, nanti dari sana (Dinkes Jatim) ada tim ahli dan satgas untuk memetakan kelompok-kelompok apa, kalau sudah ada data biasanya dikembalikan ke provinsi lalu kita sampaikan ke media. Kami juga menunggu data dari pusat, padahal semuanya saling terkait dan saling menyampaikan ke provinsi," tutupnya.
0 Komentar