Malang, tjahayatimoer.net – Bayu Diktiarsa, salah satu pelanggan air Perumda Tugu Tirta (PDAM) Kota Malang, warga Perumahan Grand Hill, Wonokoyo, Kedungkandang merasa kesal dengan pelayanan air setempat. Dia pun memutuskan lapor ke Ombudsman Jawa Timur.
Alasannya, dalam dua bulan terakhir, dia mengalami gangguan pelayanan air sebanyak tiga kali. Pertama satu Minggu, kedua selama dua hari. Ketiga saat ini sudah tiga hari air di rumahnya mati sejak Sabtu, 10 September 2022.
Penyebab air di rumahnya mati karena pipa milik PDAM pecah atau bocor sehingga berdampak pada pelayanan. Dia harus mengandalkan dropping air dari PDAM untuk kebutuhan air bersih.
Sedangkan saat ini, tandon air Simpar di Desa Wringinanom Kecamatan Tumpang disegel oleh Forum Penyelamat Sumber Pitu. Alhasil dia kembali kesulitan mendapatkan layanan air bersih.
“Baru saja saya lapor (Ombudsman) karena selalu saja masalah air mati atau pipa pecah tak kunjung ada solusi jelas. Sementara ya nandon (menampung air) dari dropping air oleh PDAM,” kata Bayu, Selasa, (13/9/2022).
Perlu diketahui, Forum Penyelamat Sumber Pitu melakukan penyegalan tandon air Simpar di Desa Wringinanom Kecamatan Tumpang, sejak beberapa hari lalu. Tuntutan utama mereka meminta pertanggungjawaban Perumda Tugu Tirta Kota Malang atas pengambilan air di daerah Sumberpitu.
Ketua Tim Advokasi Forum Penyelamat Sumber Pitu, Zulham Mubarak mengungkapkan alasan penyegelan karena mereka menganggap Perumda Tugu Tirta Kota Malang, Perumda Tirta Kanjuruhan (PDAM Kabupaten Malang), dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, tidak berkomitmen untuk membangun jaringan air dan embung bagi petani sekitar.
“Tapi yang kita lihat saat ini tidak ada kompensasi. Terlebih dari PDAM Kota Malang yang banyak memanfaatkan mata air itu melalui tandon di Wringinanom. Yang kedua PDAM Kota Malang ini menggunakan air di Kabupaten Malang tapi tidak membayar retribusi. Sudah setahun lebih tanpa ada retribusi,” ujar Zulham Mubarak.
Menyikapi dinamika yang terjadi Direktur Utama Perumda Tugu Tirta M Nor Muhlas mengatakan bahwa penyegelan air ini dampaknya tidak hanya dirasakan oleh warga Kota Malang tapi juga Kabupaten Malang. Apalagi, pemakaian debit air Perumda Tirta Kanjuruhan (Kabupaten Malang) lebih banyak ketimbang Tugu Tirta (Kota Malang).
”Kapasitas tandon (Simpar) itu 200 liter per detik, sementara debit air yang mengalir ke kabupaten justru 148 liter per detik. Sedangkan ke Kota Malang hanya 52 liter per detik. Kami ingin ada legal opinion dan legal standing dulu untuk penyelesaian konflik ini,” tandas Muhlas. (red.hr)
0 Komentar