Blitar Kota, tjahayatimoer.net - Edan edanan,, Aktivitas kegiatan Exploitasi dan Eksplorasi Tambang Galian C Ilegal di Blitar kian merajalela, betapa tidak ? dari gunung menjadi lembah dari tanah rata menjadi cekungan yang dalam. Penambang galian C di sungai Bladak yang ada di perbatasan Desa Sumber Asri dan Desa Pacuh Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
Menurut Tim Investigasi Media ini bahwa kegiatan Tambang Pasir illegal aktif ini milik Inisial NG, adapun alat berat Escavator yang digunakan untuk menggali material tanah, pasir, batu untuk di perdagangankan secara bebas tanpa dilengkapi dokumen yang sah, yang bersifat memperkaya sendiri.
Serta kegiatan Ilegal tersebut di lengkapi puluhan mobil Dam Truck yang mengantri untuk mengisi hasil tambang pasir di Ilegal tersebut. Kondisi seperti ini pasti dapat menimbulkan efek negatif apabila aktivitas tambang terus menerus dilakukan.
Selain kerugian negara yang diakibatkan dari pencurian kekayaan alam tersebut, masyarakat disekitar titik tambang juga merasa dirugikan dengan adanya alat berat yang digunakan disamping aktivitas eksploitasi tersebut.
Bagaimana tidak ? jalan-jalan sebagai akses satu-satunya sarana mobilisasi warga menjadi rusak akibat dilewati alat-alat berat. Hal ini tentu sangat merugikan warga dari segi keselamatan dan kenyamanan berkendara. Bahaya lainnya adalah rusaknya kontur dan konstruksi susunan tanah tebing, disekitar area pengerukan pasir dapat menimbulkan bencana tanah longsor, hal ini tentunya juga mengintai keselamatan para pekerja yang berada di titik pengerukan. Munculnya rongga-rongga galian yang sangat curam akibat bekas pengerukan pasir juga memperparah pemandangan di area tersebut.
Aparat penegak hukum juga seolah-olah tutup mata padahal jelas-jelas kegiatan ini melanggar hukum serta menimbulkan kerugian bagi negara dan juga untuk kelestarian alam. Kami mencurigai "diduga" adanya konsorsium dan konspirasi di balik berjalan lancarnya bisnis penambang ini, sehingga terkesan adanya pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal tersebut.
Akan tetapi hingga berita ini diturunkan belum ada tindakan yang responsif dari APH.
Masyarakat sekitar berharap APH bertindak nyata dengan menghentikan dan menutup. Selain itu memproses pelaku penambang ilegal. Demi tegak supremasi hukum yang presisi tanpa panang bulu dan tidak terkesan tebang pilih, sesuai dengan Motto Bapak Kapolri.
Sekedar diketahui, aturan yang jelas bisa dipergunakan untuk menjerat pemilik usaha galian adalah Undang-undang nomor 3 tahun 2020 atas perubahan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Diperjelas pada pasal 158 yang berbunyi : “Setiap orang yang melakukan /Penambangan tanpa izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Bersambung*** (Yunus)
0 Komentar