Jember, tjahayatimoer.net – Setiap pihak wajib melindungi tenaga kesehatan yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam konflik. Jika ada kelompok yang melakukan tindak kekerasan terhadap tenaga kesehatan, maka pelakunya wajib diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, dalam hal ini hukum Indonesia.
Demikian disampaikan Rina Rusman, Senior Adviser International Comittee of the Red Cross (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste, dalam kuliah umum yang digelar Program Pascasarjana Universitas Jember, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (30/8/2022).
Rina mengingatkan, Hukum Humaniter Internasional (HHI) atau Hukum Kemanusiaan Internasional mengatur perselisihan bersenjata yang terjadi antar negara dengan negara. “Namun kini juga berkembang mencakup perselisihan antara negara dengan aktor non negara maupun perselisihan antar aktor non negara,” katanya, sebagaimana dilansir Humas Unej.
“Dalam sejarah pembentukan HHI, tidak bisa dilepaskan peran aktif International Comittee of the Red Cross (ICRC) atau Palang Merah Internasional yang bergerak atas nama kemanusiaan melintasi batas negara, agama, ras dan golongan. Dalam HHI disepakati tenaga kesehatan yang bertugas harus mendapatkan perlindungan,” kata Rina.
Ada lima kategori tenaga kesehatan yang keberadaannya diatur dan dijamin saat melakukan tugas sesuai dengan HHI. Pertama, tenaga kesehatan yang merupakan bagian dari sebuah satuan militer. “Kedua, prajurit organik yang memiliki tugas sebagai tenaga kesehatan,” kata Rina.
“Prajurit kesehatan tersebut tidak boleh mendapatkan serangan dari musuh saat merawat prajurit lainnya yang membutuhkan layanan kesehatan. Statusnya sebagai petugas kesehatan mendapatkan jaminan sesuai Hukum Humaniter Internasional sama seperti tenaga kesehatan lainnya. Namun saat prajurit tersebut tidak menjalankan tugas di bidang kesehatan maka statusnya tetap sebagai kombatan,” kata Rina.
Ada pula tenaga kesehatan dari ICRC atau Palang Merah Internasional, tenaga kesehatan sipil, dan tenaga kesehatan lainnya. “Saat tenaga kesehatan bertugas maka mereka dibekali tanda pengenal khusus berupa palang merah, bulan sabit merah atau kristal merah,” kata Rina.
Begitu pentingnya logo tersebut, menurut Rina, seharusnya penggunaan tanda palang merah, bulan sabit merah dan atau kristal merah tidak boleh sembarangan tanpa ijin dari ICRC. “Aturan ini wajib disosialisasikan kepada masyarakat kita,” kata Rina. (red.hr)
0 Komentar