Polisi Selidiki Kasus Ibu Dipaksa Lahiran Normal Berujung Bayi Meninggal



Jombang, tjahayatimoer.netKasus persalinan Rohma Roudotul Jannah (29) di RSUD Jombang yang berakhir bayinya meninggal kini memasuki babak baru. Hal ini usai suami Rohma, Yopi Widianto (26) melaporkan RSUD Jombang yang memaksa istrinya lahiran normal ke polisi.


Polisi pun mulai menyelidiki kasus ini. Penyelidikan kasus ini diawali dengan pemeriksaan para saksi. Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Giadi Nugraha mengatakan penyelidikan kasus kematian bayi di RSUD Jombang ini digelar mulai Selasa (2/8). Karena sehari sebelumnya, Senin (1/8) sore, suami Rohma, Yopi melapor ke SPKT Polres Jombang.

"Yang dilaporkan pasal 359 KUHP, UU Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen," kata Giadi kepada wartawan di kantornya, Jalan KH Wahid Hasyim, Selasa (2/8/2022).

Giadi menjelaskan kasus persalinan Rohma yang berakhir bayinya meninggal di RSUD Jombang, bukan tergolong delik aduan. Artinya, pihaknya bisa melakukan penyelidikan meskipun Yopi tidak melapor ke Polres Jombang. Sehingga penyelidikan tetap berjalan meski Yopi setiap saat mencabut laporannya.

"Kasus ini bukan delik aduan. Tanpa ada laporan pun kami bisa melakukan penyelidikan. Tidak berpengaruh (kalau laporan dicabut)," tegasnya.

Giadi mengatakan, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan para saksi dalam kasus ini. Mulai dari para tenaga kesehatan di RSUD Jombang maupun Puskesmas Sumobito yang menangani Rohma, korban, hingga saksi-saksi terkait lainnya. Keterangan para saksi tentu saja akan dituangkan dalam berita acara.

"Nanti akan kami konstruksikan, tindakan-tindakan yang dilakukan dokter dan perawat memenuhi standar atau tidak, sesuai SOP atau tidak, atau apakah ada pelanggaran kode etik, ketika ada pelanggaran kode etik, ini lalai apa tidak. Konstruksinya panjang," terangnya.

Berkas hasil penyelidikan, kata Giadi, nantinya akan lebih dulu dikirim kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim. Karena pihaknya tidak mempunyai keahlian untuk menilai perbuatan para tenaga kesehatan dalam kasus ini.

"Nantinya IDI sebagai ahli yang menilai perbuatan dokter. PPNI yang menilai perbuatan perawat. Karena kami tidak mempunyai keahlian untuk menilai itu. Apakah nanti masuk (pelanggaran) kode etik profesi, apakah ternyata kode etik yuridis. Yuridisnya larinya bisa di sana, misalnya si dokter izin praktiknya dicabut, atau ke pidana, atau bisa saja mereka menilai itu sudah benar," jelasnya.

Setelah menerima kesimpulan dari IDI dan PPNI Jatim, barulah polisi melakukan gelar perkara ini. Giadi mengimbau masyarakat tidak mudah menghakimi tindakan yang dilakukan para tenaga kesehatan dalam kasus persalinan Rohma.

"Masyarakat harus paham kita tidak bisa menghakimi tindakan tenaga kesehatan. Biarkan orang yang ahli yang menilai itu," tandasnya.

Pada momen hearing atau rapat dengar pendapat ini, suami dan kakak dari ibu yang melahirkan menyampaikan semua keluh kesahnya kepada dewan. Suami Rohma, Yopi menceritakan kembali kronologi persalinan istrinya. Menurutnya, sang istri mulai merasa ingin melahirkan pada Rabu (27/7) malam. Keesokan harinya, Kamis (28/7) pagi, istrinya dibawa ke Puskesmas Sumobito oleh ibu mertuanya.

Yopi mengatakan, dirinya tidak bisa mengantar istrinya karena harus bekerja di salah satu pabrik sepatu yang ada di Sidoarjo. Setelah diperiksa bidan, kata dia, jalan lahir di rahim Rohma sudah pada fase pembukaan tiga.

"Saya tiba di rumah sakit jam setengah dua (pukul 13.30 WIB), saya sempat tanya ke istri, 'apakah ada surat rujukan untuk caesar?'. Dia jawab, 'kata bidannya yang ikut masuk menyuruh begitu (caesar)," urai Yopi di ruang rapat Komisi D DPRD Jombang, Selasa (2/8/2022).

"Soalnya saya tidak tahu. Saat itu sudah bukaan 5 atau 6," Yopi melanjutkan.

Sekitar pukul 16.00 WIB atau 16.30 WIB, kata Yopi, pintu rahim istrinya sudah pembukaan 8. Tim medis baik dokter maupun perawat yang menangani istrinya saat itu menyatakan masih pada tahap observasi.

Air ketuban Rohma lantas dipecah oleh tim medis sekitar pukul 17.00 WIB. Namun, tim medis kembali menyampaikan ibu muda itu sedang diobservasi selama 2 jam lagi. Persalinan normal terhadap Rohma baru dilakukan sekitar pukul 18.30 WIB.

"Dalam proses persalinan, istri saya bilang dua kali, 'kok tidak di-caesar saja?'. Dijawab, 'kami usahakan (persalinan) normal'," ungkapnya.

Sayangnya, persalinan Rohma tidak berjalan lancar. Sebab, janin di dalam rahimnya tak kunjung bisa keluar. Menurut Yopi, tim medis sampai menggunakan vakum untuk menyedot janin. Saat itu, hanya kepala janin yang bisa keluar. Sedangkan bahu janin tersangkut sehingga tubuhnya tidak bisa keluar atau mengalami distosia bahu.

"Istri saya kesakitan. Istri saya bilang lagi untuk ketiga kalinya, 'mbak kok ngga di-SC saja? Sakit loh'. Setelah dioyak-oyak tidak bisa, telepon lah ke dokter Bahara dan dokter Joko dan dua orang lainnya yang saya tidak tahu namanya," terangnya.

Bantuan dari tim dokter spesialis kandungan juga tidak membuahkan hasil. Mereka sempat menghentikan persalinan sekitar pukul 21.30 WIB untuk berdiskusi. Salah seorang dokter lantas melontarkan pertanyaan kepada Yopi terkait apakah Rohma pernah dirawat di RSUD Jombang sebelumnya.

"Saya jawab sudah, tanggal 13 (Juli) kemarin. Bahkan, ketika kontrol dan USG kami ke sini. Mereka bilang yang ngontrol tadi sudah tahu kalau istri saya punya riwayat penyakit gula darah dan darah tinggi dan disarankan untuk SC (operasi caesar). Dokter tadi hanya mengangguk-angguk," ujarnya.

Setelah itu, kata Yopi, dirinya diberi tahu oleh dokter bahwa bayinya sudah meninggal. Sehingga, harus dilakukan dekapitasi atau memisahkan kepala bayi untuk menyelamatkan nyawa Rohma.

Setelah kepala bayi dipisahkan, tim dokter menggelar operasi untuk mengeluarkan tubuh bayi dari perut Rohma. Buruh pabrik sepatu di Sidoarjo ini menyetujui prosedur itu lantaran tak ingin kehilangan istrinya.

"Meskipun saya tidak tega dengan proses itu tadi, tapi bagaimana lagi. Saya tanda tangan," tukas Yopi. (red.Nf)

Posting Komentar

0 Komentar