Nelayan Tradisional Lamongan Minta Kewenangan Bidang Kelautan Dikembalikan Ke Daerah.



Lamongan, tjahayatimoer.net – Ketua Himpunan Nelayan Tradisional Indonesia (HNTI) Kabupaten Lamongan, Muchlisin Amar mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah berdampak pada hilangnya kewenangan Pemerintah Kabupaten untuk urusan kelautan dan perikanan.


Meski sudah lama diundangkan, UU itu dinilai memberikan konsekuensi yang rumit dalam pelaksanaan di daerah, salah satunya tentang perubahan kewenangan pengelolaan laut provinsi yang semula 4—12 mil menjadi 0—12 mil. Alhasil, menurut Muchlisin, hal ini juga berdampak pada lemahnya bimbingan dan pengawasan, serta rumitnya pelayanan publik. Bahkan, nelayan telah dijauhkan dari jangkauan pelayanan Pemerintah Kabupaten.


“Dalam Pasal 27 Ayat 3 berbunyi bahwa kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan,” ungkap Muchlisin, Minggu (17/7/2022).


Muchlisin juga menyampaikan bahwa UU ini lambat laun akan berdampak serius terhadap hajat hidup masyarakat nelayan. Utamanya pada sektor pelayanan. Hal itu diperparah dengan terbitnya Permen KP Nomor 18 Tahun 2021 yang dianggap belum berpihak terhadap nelayan tradisional.


Apalagi, hingga saat ini tak ada kejelasan terkait dengan wewenang dan kelembagaannya. Implikasinya, pemerintah daerah terkesan saling menunggu untuk melakukan pengawasan di laut. “Kewenangan Pemerintah Kabupaten menjadi terbatas dan tidak bisa membantu nelayan, utamanya nelayan tangkap karena tidak punya kewenangan apapun dalam pengelolaan laut, baik eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengaturan administrasi, pengawasan tata ruang, seperti yang tertuang dalam ayat lain di pasal 27 UU tersebut,” terangnya.


Persoalan lain yang tak kalah serius, sebut Muchlisin, adalah soal efektifitas penanganan apabila terjadi kecelakaan laut hingga banjir bandang yang kerap terjadi tiap tahunnya di kawasan pesisir Lamongan.


“Kerugian yang disebabkan oleh laka laut dan banjir bandang selama ini cukup banyak, baik kerugian material maupun jiwa nelayan. Sehingga penanganan darurat yang dilakukan pun harus cepat. Di sinilah diperlukannya peran cepat dari Pemerintah Daerah, tanpa harus terhalangi oleh kewenangan yang hilang akibat diambil alih provinsi,” paparnya.


Muchlisin menambahkan, dengan zero kewenangan pemerintah daerah ini maka kewajiban penganggaran menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Sehingga dikhawatirkan akan sangat menyulitkan masyarakat nelayan yang membutuhkan bantuan keuangan.


“Bantuan untuk nelayan ini bakal sulit, baik bantuan pembangunan fisik maupun bantuan yang bersifat darurat seperti bantuan untuk laka laut, banjir bandang atau rob, dan lain-lain. Sebab Pemerintah Kabupaten tak memiliki postur anggaran dan tak lagi memiliki kewenangan pengelolaan laut,” bebernya.


Oleh karenanya, Muchlisin meminta dan mengusulkan agar UU 23/2014 tersebut dicabut dan mengembalikan kewenangan pengelolaan laut kepada kabupaten, termasuk pengelolaan TPI. “Pemerintah Kabupaten harus diberi wewenang dalam pengelolaan wilayah pesisir. Agar bisa membantu nelayan lebih cepat, dan tidak harus ribet ngurus ke Pemerintah Provinsi,” tutupnya.(red.Ad)

Posting Komentar

0 Komentar